Kategori
Business Corporate Diklat E-Learning Government Kebijakan Komunikasi Liputan Manajemen Marketing Pribadi Training

Nara Sumber “Business Networking” Untuk Sebuah BUMN Di Bidang Semen

Business Networking adalah kemampuan untuk memperluas koneksi, relasi dan sinergi sambil mempertahankan nilai-nilai kepentingan bersama dan komitmen untuk kesuksesan Bersama.

Ada tiga cara untuk membangun networking dalam sebuah bisnis, yaitu :

  1. Memberikan performance yang baik dengan belajar membuka diri dan mengenali diri Anda.
  2. Bersifat proaktif dengan menetapkan target yang akan Anda kerjakan.
  3. Konsisten terhadap yang Anda lakukan untuk membangun jaringan dan menindak lanjuti dengan seksama.

Tujuan

Pelatihan ini di harapakan peserta dapat memahami dan mengimplementasikan rencana dan pengembangan  Business Networking Skills

Materi

  1. Overview Business Networking
  2. Six Stages Of Relationships
  3. Set Your Networking Goals
  4. Build and Efficient Network
  5. Find New Contacts
  6. Develop Your Pitch
  7. Attend and Perform
  8. Study Case

[10.59, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Enjing aman Pak?
[10.59, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: 17 Mei
[10.59, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Business Networking
[10.59, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Online
[11.00, 16/5/2023] Djadja Sardjana: Tiasa. Aya outline sareng bahan anu didugikeun?
[11.02, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Alhamdulillah
[11.02, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Abdi kintun sonten ya
[11.08, 16/5/2023] Djadja Sardjana: Oge dinten ayeuna dugi mana?
[11.23, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Mangga abdi update ya
[11.35, 16/5/2023] Djadja Sardjana: Peserta dari mana dan bagian apa?
[12.09, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Semen Indonesia
Divisi Sales
[12.15, 16/5/2023] Djadja Sardjana: Mangga
[17.53, 16/5/2023] Djadja Sardjana: Diantos
[18.34, 16/5/2023] Oktri Dosen Ex Widyatama: Tadi dugi slide 47
[18.35, 16/5/2023] Djadja Sardjana: Nuhun
[18.35, 16/5/2023] Djadja Sardjana: Abdi bade kembankgan

[07.55, 17/5/2023] +62 811-2849-485: Assalamualaikum..
Selamat pagi pak Djadja, saya Dini PIC MEI yang handle kelas online Business Networking. Salam kenal pak🙏🏻🙏🏻.
[08.00, 17/5/2023] +62 811-2849-485: Online Class “Business Networking”
16-17 Mei 2023. 08:30- 15:00 WIB
[08.01, 17/5/2023] +62 811-2849-485: Diatas telah saya lampirkan link zoom beserta background yang akan kita gunakan selama pelatihan kelas Business Networking berlangsung pak. Terima kasih🙏🏻.

Kategori
Aeronotika Government Kebijakan Leadership Manajemen Penerbangan Pesawat Proyek Tokoh

Manajemen Pertahanan: Gonjang ganjing rencana pembelian Pesawat Tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia

Pada tahun 2014, Rusia menawarkan Su-35 ke Indonesia untuk menggantikan armada F-5E Tiger II yang sudah tua. Tahun berikutnya, Kementerian Pertahanan Indonesia memilih Su-35 dibanding Eurofighter Typhoon, Dassault Rafale, F-16, dan Saab JAS 39 Gripen; Kementerian Pertahanan mengutip keakraban Angkatan Udara Indonesia dengan Su-27SK dan Su-30MK2 sebagai alasan pemilihannya. Pada tahun 2017, negosiasi antara kedua pihak mengenai Su-35 telah mencapai tahap lanjut, dengan pemerintah Indonesia kemudian pada prinsipnya sepakat untuk melakukan perdagangan barter produk pertanian untuk sebelas pesawat yang dilaporkan. Pada Februari 2018, Rusia dan Indonesia menyelesaikan kontrak untuk 11 pesawat, senilai $1,14 miliar. Pengiriman pertama diharapkan pada Oktober 2018, tetapi ditunda hingga 2019.



Pada 12 Maret 2020, Bloomberg melaporkan bahwa Indonesia membatalkan kesepakatan karena tekanan AS dan malah mencari untuk menegosiasikan pesanan F-35. Pada 18 Maret 2020, Wakil Menteri Pertahanan Indonesia Sakti Wahyu Trenggono membenarkan bahwa pemerintah tidak mencabut pengadaan tersebut meskipun menghadapi “hambatan” yang tidak disebutkan namanya. Pada 8 Juli 2020, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva menyatakan bahwa rencana Indonesia untuk membeli 11 Su-35 dari Rusia masih berlanjut. Pada Februari 2021, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo mengumumkan rencana untuk membeli pesawat baru seperti F-15EX dan Dassault Rafale tanpa menyebutkan status pesanan Su-35 saat ini. Namun pada 22 Desember 2021 saat Press Tour dan Media Gathering, Fadjar Prasetyo memastikan bahwa pembelian SU-35 tidak akan dilanjutkan. Mengenai rencana pembelian Sukhoi Su-35, Fadjar mengatakan ditinggalkan.

Beli Jet Tempur Prancis, Prabowo: TNI AU Pilot Dassault Rafale Latihan 3 Bulan

Jumat, 16 Desember 2022 21:00 Reporter : Dedi Rahmadi

Merdeka.com – Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Angkatan Bersenjata atau Menhan Prancis Sébastien Lecornu membahas program pelatihan bagi pilot TNI Angkatan Udara (AU) yang akan mengawaki jet tempur Dasaault Rafale.

Prabowo mengatakan program pelatihan itu penting untuk memperkokoh kekuatan tempur TNI AU dengan kehadiran pesawat tempur Dassault Rafale buatan Prancis.

taboola mid article

“Sehingga, para pilot TNI AU harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengawaki jet tempur generasi 4,5 asal Prancis tersebut,” kata Prabowo di Hotel de Brienne, Prancis, Kamis (15/12).

Selain kerja sama di bidang alat utama sistem persenjataan (alutsista), Indonesia dan Prancis juga berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama pertahanan di bidang pelatihan dan pendidikan.

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan pihaknya mengirimkan enam penerbang untuk menjalani latihan guna mengawaki jet tempur generasi 4,5 Rafale yang dibeli Indonesia dari Prancis.

“Sudah kami kirim enam penerbang dan delapan orang teknisi ke Prancis untuk menjalani latihan,” kata Fadjar di sela-sela acara Seminar Nasional “Tantangan TNI AU dalam Perkembangan Teknologi Elektronika Penerbangan” di Gedung Puri Ardhya Garini, Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (8/11).

Menurut Fadjar, para penerbang dan teknisi itu akan menjalani pendidikan dan latihan di Prancis selama tiga bulan.

“Ini tidak lama, hanya tiga bulan,” tambah Fadjar.

Kementerian Pertahanan juga telah menandatangani kontrak kerja sama pembelian enam pesawat tempur Rafale pada Februari 2022.

Prabowo mengatakan Indonesia akan membeli alutsista secara signifikan untuk multirole combat aircraft dengan mengakuisisi 42 unit Rafale.

“Kami mulai dengan tanda tangan kontrak pertama untuk enam pesawat,” kata Prabowo.

Selanjutnya, kerja sama itu akan disusul dengan penandatanganan kontrak untuk 36 pesawat lagi, dengan dukungan latihan persenjataan dan simulator yang dibutuhkan.

Terungkap! ‘Misteri’ Pembelian Jet Tempur Sukhoi oleh RI

A Russian Sukhoi Su-35 air force jet seen during MAKS-2009 (the International Aviation and Space Show) in Zhukovsky, Russia, Tuesday, Aug. 18, 2009. (AP Photo/Misha Japaridze) Foto: Sukhoi Su-35 (AP Photo/Misha Japaridze)

Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana Indonesia untuk membeli pesawat jet tempur Sukhoi Su-35 Flanker-E hingga kini masih menggantung. Pecahnya perang di Ukraina kian memperumit kontrak yang sudah ada.

Indonesia sejatinya telah menjatuhkan pilihan pada pesawat tempur Rusia itu sejak 2015. Kehadirannya diharapkan dapat memperkuat alutsista nasional.

Rencana pembelian 11 pesawat itu pun kemudian dinegosiasikan pada 2018 dengan Moskow. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan kontrak pembelian pesawat tersebut sebenarnya sudah ditandatangani. Namun, belum diimplementasikan.

Menurutnya, kondisi geopolitik saat ini membuat hal tersebut menjadi sulit. Adapun, Rusia memang tengah sibuk dengan perang di Ukraina yang sudah berlangsung selama 10 bulan.

“Saat pemerintah RI siap melaksanakan kontrak, tentu kami akan pertimbangkan, namun itu telah ditandatangani 4 tahun lalu,” katanya, Rabu (21/12/2022).

Menurutnya, lamanya waktu kontrak yang menganggur tersebut menjadi cukup sulit untuk bisa langsung dieksekusi.

“Harga berubah, ada permintaan besar terhadap Su-35 di angkatan udara kami. Jadi kondisinya berubah, namun tetap ini berada di tangan pemerintah RI,” pungkasnya.

Kategori
Business Corporate Diklat Ilmiah Manajemen Motorola Pengetahuan

Six Sigma ( 6σ ) adalah seperangkat teknik dan alat untuk perbaikan proses

Six Sigma ( 6σ ) adalah seperangkat teknik dan alat untuk perbaikan proses. Ini diperkenalkan oleh insinyur Amerika Bill Smith saat bekerja di Motorola pada tahun 1986. Jack Welch menjadikannya inti dari strategi bisnisnya di General Electric pada tahun 1995. Proses enam sigma adalah proses di mana 99.99966% dari semua peluang untuk menghasilkan beberapa fitur dari suatu bagian yang secara statistik diharapkan bebas dari cacat.

Strategi Six Sigma berusaha untuk meningkatkan kualitas keluaran dari suatu proses dengan mengidentifikasi dan menghilangkan penyebab cacat dan meminimalkan variabilitas dampak dalam proses manufaktur dan bisnis . Ini menggunakan sekumpulan metode manajemen mutu , terutama metode statistik empiris , dan menciptakan infrastruktur khusus orang-orang di dalam organisasi yang ahli dalam metode ini.

Setiap proyek Six Sigma yang dilakukan dalam sebuah organisasi mengikuti urutan langkah yang ditentukan dan memiliki target nilai tertentu, misalnya: mengurangi waktu siklus proses, mengurangi polusi, mengurangi biaya, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan meningkatkan keuntungan.

Kategori
Corporate Dataquest Leverage Indonesia Diklat E-Learning IMTelkom ITB ITENAS Lecture Manajemen Pendidikan Pribadi UNPAD UPI

Jauh sebelum Pandemi Covid-19 ini sudah sering berbagi dan implementasi perihal e-Learning dan Blended Learning

Nara Sumber Workshop dan Diskusi Blended Learning di UNPAD untuk Dosen Magang yang datang dari berbagai daerah di Indonesia

Pendidikan dan Pelatihan yang diselenggarakan di dunia akademis, birokrasi, industri, komunitas dan media (Penta Helix Academic, Business, Government, Community & Media) dipaksa untuk menghentikan proses pembelajaran tatap muka langsung yang diselenggarakan di setiap ruang kelas. Penghentian proses pembelajaran dengan tatap muka langsung ini merupakan salah satu tindakan tegas yang ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19. Proses pembelajaran selanjutnya dilaksanakan dengan menggunakan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Nara Sumber Workshop dan Diskusi Blended Learning di Pusdiklat Kementerian Luar Negeri RI

e-Learning merupakan suatu proses pembelajaran yang berbasis elektronik yang memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk berbasis website. Sehingga penyajian e-Learning berbasis website ini bisa menjadi lebih interaktif. Sistem e-Learning ini tidak memiliki batasan akses, sehingga memungkinkan proses pembelajaran dilakukan dengan lebih banyak waktu. Tujuan dalam penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan Pembelajaran Jarak Jauh dengan Media e-learning sebagai Solusi Pembelajaran pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Nara Sumber Workshop dan Diskusi Blended Learning di Pelindo 2 / IPC

E-learning dapat membawa suasana baru dalam ragam pengembangan pembelajaran, terutama pada masa Pandemi COVID-19 yang sedang terjadi saat ini. Pemanfaatan e-learning dengan baik tentunya dapat meningkatkan hasil pembelajaran secara maksimal pada masa pandemi COVID-19 yang sedang melanda negeri ini. E-learning dapat mempermudah interaksi antara pebelajar atau peserta didik dengan bahan materi pelajaran, Guru/pengajar, dan antara sesama pebelajar/peserta didik.

Nara Sumber Workshop dan Diskusi Blended Learning untuk Komunitas Wirausaha di Dinas Koperasi Usaha Kecil Mikro (KUKM) Jabar

Jauh sebelum Pandemi Covid-19 ini, sejak tahun 2010 sudah sering berbagi dan implementasi kepada para akademisi, pakar industri, kalangan birokrasi, komunitas praktisi dan kaum komunikasi (Penta Helix) di seluruh Indonesia (sebagian mancanegara) perihal e-Learning dan Blended Learning sesuai minat dan kebutuhan (need and want) saat menulis disertasi walaupun saat itu dianggap topik “yang tidak cocok diterapkan” di Indonesia.🙏😀👍

Kategori
Business Corporate Innovation Manajemen Pemikiran

Inovasi bukan hanya sekedar kreasi

Inovasi bukan hanya sekedar kreasi

Ia harus memiliki & memberi solusi

Semua untuk mendapatkan hasil hakiki

Dari pemangku kepentingan yang berinvestasi

Kita tahu bahwa setiap generasi memiliki keunikannya masing-masing dalam menciptakan sesuatu yang baru. Setiap generasi bisa membuat “gebrakan baru” tersendiri yang dapat memukau para generasi lain. Tidak hanya sebuah gebrakan baru, namun hal tersebut bisa digunakan oleh banyak orang. Misalnya, generasi muda millennial membuat suatu kosa kata gaul baru dan nantinya kosa kata tersebut dijadikan suatu benda yang inovatif oleh seseorang. Sampai akhirnya, benda tersebut pun bisa memudahkan kegiatan manusia dan bisa dikategorikan sebagai inovasi baru.

Di zaman modern seperti sekarang ini, contoh inovasi adalah suatu kosakata menarik yang dibuat terkenal oleh para millennial yaitu, selfie (berfoto sendiri). Kata selfie ini kemudian menjadi sangat booming di semua generasi. Sampai pada akhirnya, orang-orang yang inovatif membuat suatu benda yang dinamakan tongsis, yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang suka melakukan selfie. Ada bermacam-macam inovasi dalam kehidupan kita, begitu juga manfaat inovasi yang diberikan kepada kehidupan manusia.

Jika Inovasi adalah keabadian, Lantas bagaimana dengan Pengertian Inovasi? Inovasi menurut para ahli adalah suatu contoh dimana suatu kreativitas, daya cipta dan inisiatif kuat dapat menghasilkan sesuatu yang secara materi jauh lebih baik daripada penemuan-penemuan sebelumnya. Jadi, salah satu tujuan inovasi adalah menciptakan kemudahan baru untuk kehidupan manusia melalui penemuan atau perkembangan baru dari ide-ide inovatif yang berhasil diwujudkan dengan baik. Suatu inovasi juga erat kaitannya dengan inovasi produk. Inovasi produk adalah suatu penciptaan baru yang mengandung beberapa unsur di bawah ini:
– Teknologi baru.
– Layanan dan solusi baru.
– Pengalaman baru.
– Proses dan metode baru.
– Sebuah hasil yang sangat berharga.
– Fashion dan desain baru.
– Suatu barang atau produk sosial yang berguna bagi banyak orang.

Kategori
Business Corporate Diklat Ilmiah Leadership Manajemen Pemikiran Pendidikan

Bagaimana Profesional Menghindari Pembelajaran: Mengajar Orang Cerdas Cara Belajar

blendedprofessionaldevelopment

Dikutip Artikel “Teaching Smart People How to Learn” Oleh Chris Argyris (Harvard Business Review)

Selama 15 tahun, saya telah melakukan studi mendalam sebagai konsultan manajemen. Saya memutuskan menjadi konsultan untuk alasan sederhana. Pertama, mereka adalah lambang profesional berpendidikan tinggi yang memainkan peran semakin penting dalam semua organisasi. Hampir semua konsultan seperti Saya telah memiliki MBA dari tiga atau empat sekolah bisnis AS. Mereka juga sangat berkomitmen untuk pekerjaan mereka. Misalnya, lebih dari 90% dari konsultan merespon dalam survei bahwa mereka “sangat puas” dengan pekerjaan dan perusahaan mereka.

Juga asumsi bahwa konsultan profesional seperti Saya akan belajar dengan baik. Esensi dari tugas mereka adalah untuk mengajar orang lain bagaimana melakukan sesuatu yang berbeda. Saya menemukan, bahwa konsultasi tersebut diwujudkan dengan cara dilema pembelajaran. Ada yang antusias melakukan perbaikan terus-menerus dalam organisasi mereka, ada juga yang menjadi hambatan terbesar untuk sukses.

Seorang Profesional mewujudkan dilema pembelajar: mereka antusias secara terus menerus melakukan perbaikan dan sering juga menjadi kendala terbesar untuk keberhasilannya. Selama upaya pembelajaran dan perubahan difokuskan pada organisasi eksternal, faktor pekerjaan, program kompensasi, penilaian kinerja, dan

pelatihan kepemimpinan dimana para peserta profesional antusias. Memang, menciptakan sistem dan struktur baru justru menjadi tantangan yang mendidik, profesional yang berkembang sangat termotivasi.

Namun saat pencarian perbaikan terus-menerus berubah menjadi kinerja profesional, sesuatu yang tidak beres terjadi. Itu bukan masalah sikap buruk. Komitmen profesional untuk keunggulan dan visi perusahaan adalah jelas. Namun demikian, perbaikan terus-menerus tidak dapat bertahan. Dan lagi upaya perbaikan terus-menerus berkelanjutan, semakin besar kemungkinannya akan terus menurun.

Apa yang terjadi? Para profesional mulai merasa malu. Mereka terancam oleh prospek kritis peran mereka sendiri dalam organisasi. Memang, karena mereka dibayar dengan baik (dan umumnya percaya bahwa majikan mereka yang mendukung dan adil), gagasan bahwa kinerja mereka mungkin tidak menjadi yang terbaik membuat mereka merasa bersalah.

screen-shot-2016-02-27-at-3-55-01-pm

Jauh dari perubahan yang nyata, perasaan seperti itu menyebabkan sebagian bereaksi defensif. Mereka menyalahkan atas masalah yang “jauh” dari diri mereka sendiri dan apa yang mereka katakan adalah sesuatu yang tidak jelas seperti para pemimpin tidak sensitif dan tidak adil dan klien bodoh.

Pertimbangkan contoh ini. Di sebuah perusahaan konsultan manajemen terkemuka, manajer tim membuat pertemuan untuk memeriksa kinerja tim pada proyek konsultasi baru-baru ini. Klien sebagian besar puas dan telah memberikan tanda kepuasan yang relatif tinggi, tetapi manajer percaya tim tidak menciptakan nilai tambah dan bahwa perusahaan konsultan telah berjanji memberi penghargaan bagi yang mampu. Dalam semangat perbaikan terus-menerus, ia merasa bahwa tim bisa berbuat lebih baik. Begitu pula beberapa anggota tim.

Manajer tahu betapa sulitnya bagi orang untuk merefleksikan secara kritis pada kinerja pekerjaan mereka sendiri, terutama di hadapan manajer mereka, sehingga ia mengambil sejumlah langkah untuk memungkinkan diskusi yang jujur dan terbuka. Dia diundang ke pertemuan konsultan luar yang anggota tim tahu dan trusted- “hanya untuk membuat saya jujur,” katanya. Dia juga setuju agar seluruh pertemuan direkam. Dengan begitu, setiap kebingungan atau perbedaan pendapat tentang apa yang terjadi pada pertemuan tersebut dapat diperiksa transkripnya. Akhirnya, manajer membuka pertemuan dengan menekankan bahwa tidak ada subjek terlarang, termasuk kritik perilakunya sendiri.

“Saya menyadari bahwa Anda mungkin percaya bahwa Anda tidak bisa menghadapi saya,” kata manajer.“Tapi saya mendorong Anda untuk menantang saya. Anda memiliki tanggung jawab untuk memberitahu saya di mana Anda berpikir kesalahan kepemimpinan dibuat, karena saya memiliki tanggung jawab untuk mengidentifikasi dan percaya kritik yang Anda buat. Dan kita semua harus mengakui kesalahan kita sendiri. Jika kita tidak berdialog terbuka, kita tidak akan belajar. “

Para profesional menghadapi manajer pada paruh pertama undangan, tapi diam-diam mengabaikan fase kedua. Ketika diminta untuk menentukan masalah utama dalam pengalaman dengan klien, mereka tampak sama sekali di luar diri mereka sendiri. Kata mereka, klien tidak kooperatif dan sombong. “Mereka tidak berpikir kita bisa membantu mereka.” Manajer tim sendiri tidak tersedia dan siap. “Kadang-kadang, manajer kami tidak siap sebelum mereka masuk ke pertemuan klien.” Akibatnya, para profesional menegaskan bahwa mereka tidak berdaya untuk bertindak secara berbeda-bukan karena keterbatasan mereka sendiri tetapi karena keterbatasan orang lain.

Manajer mendengarkan dengan seksama anggota tim dan mencoba untuk menanggapi kritik mereka. Dia berbicara tentang kesalahan yang ia buat selama proses konsultasi. Sebagai contoh, salah satu profesional keberatan dengan cara manajer menjalankan pertemuan proyek. “Saya merasa bahwa ketika mengajukan pertanyaan ditutup saat diskusi,” Jawab manajer: “Aku tidak bermaksud untuk melakukan itu, tapi aku bisa melihat bagaimana Anda harus percaya bahwa saya telah berubah pikiran.” Anggota tim lain mengeluh bahwa manajer telah menyerah pada tekanan dari atasannya untuk menghasilkan laporan proyek terlalu cepat, mengingat beban kerja yang berat dari tim. “Saya berpikir bahwa itu adalah tanggung jawab saya untuk mengatakan tidak,” aku manajer. “Sudah jelas bahwa kita semua memiliki sejumlah besar pekerjaan.”

Akhirnya, setelah tiga jam diskusi tentang perilaku sendiri, manajer mulai meminta anggota tim jika ada kesalahan mereka yang mungkin telah dibuat. “Setelah semua ini,” katanya, “klien tidak berbeda dari banyak orang lain. Bagaimana kita dapat lebih efektif di masa depan? “

Para profesional mengulangi bahwa itu benar-benar kesalahan klien dan manajer mereka sendiri. Salah satu mengatakan, “Mereka harus terbuka terhadap perubahan dan ingin belajar.” Semakin banyak manajer mencoba untuk mendapatkan tim untuk memeriksa tanggung jawab sendiri untuk hasilnya, semakin banyak profesional dilewati keprihatinannya. Salah satu anggota tim terbaik bisa menyarankan adalah untuk tim kasus untuk “janji kurang” -implying bahwa ada benar-benar tidak ada cara bagi kelompok untuk meningkatkan kinerjanya.

Para anggota tim kasus bereaksi defensif untuk melindungi diri mereka sendiri, meskipun manajer mereka tidak bertindak dengan cara yang luar akan mempertimbangkan mengancam. Bahkan jika ada beberapa kebenaran mereka biaya-klien mungkin juga telah arogan dan tertutup, manajer mereka sendiri jauh-cara mereka disajikan klaim ini dijamin untuk berhenti belajar. Dengan beberapa pengecualian, para profesional membuat atribusi tentang perilaku klien dan manajer tetapi tidak pernah diuji publik klaim mereka. Misalnya, mereka mengatakan bahwa klien tidak termotivasi untuk belajar tetapi tidak pernah benar-benar disajikan bukti yang mendukung pernyataan itu. Ketika kurangnya bukti konkret yang menunjukkan kepada mereka, mereka hanya mengulangi kritik mereka lebih keras.

Jika profesional merasa sangat kuat tentang masalah ini, kenapa mereka tidak pernah disebutkan mereka selama proyek? Menurut profesional, bahkan ini adalah kesalahan dari orang lain. “Kami tidak ingin mengasingkan klien,” bantah salah. “Kami tidak ingin dilihat sebagai merengek,” kata yang lain.

Para profesional menggunakan kritik mereka orang lain untuk melindungi diri dari rasa malu potensi harus mengakui bahwa mungkin mereka juga telah berkontribusi kurang sempurna kinerja tim. Terlebih lagi, fakta bahwa mereka terus mengulangi tindakan pertahanan mereka dalam menghadapi upaya manajer untuk mengalihkan perhatian kelompok untuk peran sendiri menunjukkan bahwa pembelaan ini telah menjadi rutinitas refleksif. Dari sudut pandang profesional ‘, mereka tidak menolak; mereka berfokus pada “nyata” penyebab. Memang, mereka harus dihormati, jika tidak mengucapkan selamat, karena bekerja serta mereka lakukan dalam kondisi sulit seperti itu.

Ini tidak cukup untuk berbicara jujur. Profesional masih bisa menemukan diri mereka berbicara melewati satu sama lain.

Hasil akhirnya adalah percakapan paralel tidak produktif. Baik manajer dan profesional yang jujur; mereka menyatakan pandangan mereka paksa. Tapi mereka berbicara melewati satu sama lain, tidak pernah menemukan bahasa yang sama untuk menggambarkan apa yang terjadi dengan klien. Para profesional terus bersikeras bahwa kesalahan terletak dengan orang lain. Manajer terus mencoba, tidak berhasil, untuk mendapatkan profesional untuk melihat bagaimana mereka memberikan kontribusi terhadap keadaan mereka mengkritik. Dialog percakapan paralel ini terlihat seperti ini:

Profesional: “Klien harus terbuka. Mereka harus mau berubah. “

Manajer: “Ini tugas kita untuk membantu mereka melihat perubahan yang ada di kepentingan mereka.”

Profesional: “Tapi klien tidak setuju dengan analisis kami.”

Manajer: “Jika mereka tidak berpikir ide-ide kita benar, bagaimana mungkin kita telah meyakinkan mereka?”

Profesional: “Mungkin kita perlu memiliki lebih rapat dengan klien.”

Manajer: “Jika kita tidak cukup siap dan jika klien tidak berpikir kita kredibel, bagaimana pertemuan lagi akan membantu”

Profesional: “Harus ada komunikasi yang lebih baik antara anggota tim kasus dan manajemen.”

Manajer: “Saya setuju. Namun profesional harus mengambil inisiatif untuk mendidik manajer tentang masalah yang mereka alami. “

Profesional: “Para pemimpin kita tidak tersedia dan jauh.”

Manajer: “Bagaimana Anda mengharapkan kita untuk tahu bahwa jika Anda tidak memberi tahu kami?”

Percakapan seperti ini secara dramatis menggambarkan dilema belajar. Masalah dengan klaim para profesional ‘bukanlah bahwa mereka salah, tetapi bahwa mereka tidak berguna. Dengan terus-menerus mengubah fokus dari perilaku mereka sendiri untuk orang lain, para profesional membawa belajar berhenti grinding. Manajer memahami perangkap tetapi tidak tahu bagaimana untuk keluar dari itu. Untuk mempelajari bagaimana melakukan yang membutuhkan akan lebih dalam dinamika defensif penalaran-dan menjadi penyebab khusus yang membuat para profesional sehingga rentan terhadap itu.

Penalaran Defensive dan Doom loop

Apa menjelaskan defensif profesional ‘? Tidak sikap mereka tentang perubahan atau komitmen untuk perbaikan terus-menerus; mereka benar-benar ingin bekerja lebih efektif. Sebaliknya, faktor kunci adalah cara mereka beralasan tentang perilaku mereka dan orang lain.

Tidak mungkin untuk alasan lagi dalam setiap situasi. Jika kita harus memikirkan semua tanggapan yang mungkin setiap kali seseorang bertanya, “Bagaimana kabarmu?” Dunia akan melewati kita. Oleh karena itu, setiap orang mengembangkan teori tindakan-seperangkat aturan yang digunakan individu untuk merancang dan mengimplementasikan perilaku mereka sendiri serta untuk memahami perilaku orang lain.Biasanya, teori ini tindakan menjadi begitu diambil begitu saja bahwa orang bahkan tidak menyadari bahwa mereka menggunakan mereka.

Salah satu paradoks dari perilaku manusia, bagaimanapun, adalah bahwa program master orang benar-benar menggunakan jarang yang mereka pikir mereka gunakan. Tanyakan orang dalam sebuah wawancara atau kuesioner untuk mengartikulasikan aturan yang mereka gunakan untuk mengatur tindakan mereka, dan mereka akan memberikan apa yang saya sebut mereka “didukung” teori tindakan. Tapi mengamati perilaku orang-orang yang sama yang, dan Anda akan segera melihat bahwa ini dianut teori memiliki sangat sedikit hubungannya dengan bagaimana mereka benar-benar berperilaku. Sebagai contoh, para profesional di tim kasus mengatakan mereka percaya pada perbaikan terus-menerus, namun mereka konsisten bertindak dengan cara-cara yang membuat perbaikan mungkin.

Bila Anda mengamati perilaku orang dan mencoba untuk datang dengan aturan yang masuk akal dari itu, Anda menemukan teori yang sangat berbeda dari aksi-apa yang saya sebut individu “teori-di-gunakan.” Sederhananya, orang secara konsisten bertindak tidak konsisten, tidak menyadari kontradiksi antara teori mereka dianut dan teori-in-penggunaannya, antara cara mereka berpikir mereka bertindak dan cara mereka benar-benar bertindak.

Terlebih lagi, sebagian besar sisanya teori-di-gunakan pada set yang sama yang mengatur nilai-nilai.Tampaknya ada kecenderungan manusia universal untuk merancang tindakan seseorang secara konsisten sesuai dengan empat nilai dasar:

1. Untuk tetap memegang kendali sepihak;

2. Untuk memaksimalkan “menang” dan meminimalkan “kalah”;

3. Untuk menekan perasaan negatif; dan

4. Untuk menjadi sebagai “rasional” mungkin-mana orang berarti mendefinisikan tujuan yang jelas dan mengevaluasi perilaku mereka dalam hal apakah mereka telah mencapai mereka.

Tujuan dari semua nilai-nilai ini adalah untuk menghindari rasa malu atau ancaman, merasa rentan atau tidak kompeten. Dalam hal ini, program master yang digunakan kebanyakan orang adalah amat defensif.Penalaran Defensive mendorong individu untuk menjaga swasta tempat, kesimpulan, dan kesimpulan yang membentuk perilaku mereka dan untuk menghindari menguji mereka dengan, fashion objektif benar-benar independen.

Karena atribusi yang masuk ke penalaran defensif tidak pernah benar-benar diuji, itu adalah loop tertutup, sangat tahan terhadap titik-titik yang saling bertentangan pandang. Tanggapan tak terelakkan untuk pengamatan bahwa seseorang penalaran membela belum penalaran lebih defensif. Dengan tim kasus, misalnya, setiap kali ada menunjukkan perilaku defensif profesional ‘kepada mereka, reaksi awal mereka adalah untuk mencari penyebab dalam orang lain-klien yang sangat sensitif sehingga mereka akan telah terasing jika konsultan telah mengkritik mereka atau manajer sangat lemah sehingga dia tidak bisa mengambil itu konsultan menyuarakan keprihatinan mereka dengan dia. Dengan kata lain, para anggota tim kasus sekali lagi membantah tanggung jawab mereka sendiri dengan eksternalisasi masalah dan meletakkannya pada orang lain.

Dalam situasi seperti itu, tindakan sederhana mendorong penyelidikan lebih terbuka sering diserang oleh orang lain sebagai “mengintimidasi.” Mereka yang melakukan kesepakatan menyerang dengan perasaan mereka tentang kemungkinan menjadi salah dengan menyalahkan individu yang lebih terbuka untuk membangkitkan perasaan ini dan mengganggu mereka.

Tak perlu dikatakan, seperti program master pasti pendek sirkuit belajar. Dan untuk beberapa alasan yang unik untuk psikologi mereka, profesional terdidik sangat rentan terhadap hal ini.

Hampir semua konsultan Saya telah mempelajari memiliki catatan akademik bintang. Ironisnya, sangat sukses mereka di pendidikan membantu menjelaskan masalah yang mereka miliki dengan belajar. Sebelum mereka memasuki dunia kerja, kehidupan mereka terutama penuh keberhasilan, sehingga mereka jarang mengalami rasa malu dan rasa ancaman yang datang dengan kegagalan. Akibatnya, penalaran pertahanan mereka jarang diaktifkan. Orang-orang yang jarang mengalami kegagalan, namun akhirnya tidak tahu bagaimana menangani secara efektif. Dan ini berfungsi untuk memperkuat kecenderungan manusia normal untuk alasan membela diri.

Keberhasilan sangat profesional di pendidikan membantu menjelaskan masalah yang mereka miliki dengan belajar.

Dalam sebuah survei dari beberapa ratus konsultan muda di organisasi saya telah mempelajari, para profesional menggambarkan diri mereka sebagai didorong secara internal oleh ideal yang terlalu tinggi terhadap kinerja: “. Tekanan di tempat kerja adalah diri dikenakan” “Saya tidak hanya harus melakukan yang baik pekerjaan; Saya juga harus menjadi yang terbaik “” Orang-orang di sekitar sini sangat terang dan pekerja keras.; mereka sangat termotivasi untuk melakukan pekerjaan luar biasa. “” Sebagian besar dari kita ingin tidak hanya berhasil tetapi juga untuk melakukannya dengan kecepatan maksimal. “

Konsultan ini selalu membandingkan diri dengan yang terbaik di sekitar mereka dan terus-menerus berusaha untuk lebih baik kinerja mereka sendiri. Namun mereka tidak menghargai yang diperlukan untuk bersaing secara terbuka satu sama lain. Mereka merasa entah bagaimana tidak manusiawi. Mereka lebih memilih untuk menjadi kontributor-apa yang mungkin disebut individu “penyendiri yang produktif.”

Di balik keberhasilan ini aspirasi yang tinggi adalah rasa takut sama tinggi dari kegagalan dan kecenderungan untuk merasa malu dan bersalah ketika mereka gagal untuk memenuhi standar yang tinggi.“Anda harus menghindari kesalahan,” kata salah. “Aku benci membuat mereka. Banyak dari kita takut gagal, apakah kita mengakuinya atau tidak. “

Sejauh konsultan ini telah mengalami kesuksesan dalam hidup mereka, mereka tidak harus khawatir tentang kegagalan dan perasaan petugas malu dan rasa bersalah. Tapi persis tingkat yang sama, mereka juga tidak pernah mengembangkan toleransi untuk perasaan kegagalan atau keterampilan untuk menangani perasaan-perasaan ini. Hal ini pada gilirannya telah menyebabkan mereka tidak hanya takut gagal, tetapi juga takut akan rasa takut akan kegagalan itu sendiri. Sebab mereka tahu bahwa mereka tidak akan mengatasinya superlatively-mereka tingkat biasa aspirasi.

Para konsultan menggunakan dua metafora menarik untuk menggambarkan fenomena ini. Mereka berbicara tentang “kiamat lingkaran” dan “azab zoom.” Seringkali, konsultan akan tampil baik di tim kasus, tetapi karena mereka tidak melakukan pekerjaan dengan sempurna atau menerima penghargaan dari manajer mereka, mereka pergi ke sebuah lingkaran azab keputusasaan . Dan mereka tidak mudah ke loop azab, mereka tampilannya ke dalamnya.

Ketika profesional tidak melakukan pekerjaan mereka dengan sempurna, mereka tampilannya menjadi “azab lingkaran.”

Akibatnya, banyak profesional memiliki sangat “rapuh” kepribadian. Ketika tiba-tiba dihadapkan dengan situasi yang mereka tidak bisa langsung menangani, mereka cenderung berantakan. Mereka menutupi kesusahan mereka di depan klien. Mereka berbicara tentang hal itu terus-menerus dengan anggota tim kasus sesama mereka. Menariknya, percakapan ini biasanya berbentuk klien yang buruk-mengucapkan.

Kerapuhan tersebut menyebabkan rasa tidak tepat tinggi patah semangat atau bahkan putus asa ketika orang tidak mencapai tingkat kinerja yang tinggi yang mereka bercita-cita untuk. Putus asa seperti ini jarang psikologis menghancurkan, tetapi ketika dikombinasikan dengan alasan defensif, dapat mengakibatkan kecenderungan yang tangguh terhadap pembelajaran.

Ada contoh yang lebih baik tentang bagaimana kerapuhan ini dapat mengganggu organisasi daripada evaluasi kinerja. Karena merupakan satu saat ketika seorang profesional harus mengukur atau perilakunya sendiri terhadap beberapa standar formal, evaluasi kinerja hampir dibuat untuk mendorong profesional ke dalam lingkaran azab. Memang, evaluasi yang buruk dapat bergema jauh melampaui individu tertentu yang terlibat untuk memicu penalaran defensif seluruh organisasi.

Evaluasi kinerja dibuat khusus untuk mendorong para profesional ke dalam lingkaran azab.

Pada satu perusahaan konsultan, manajemen membentuk proses kinerja evaluasi baru yang dirancang untuk membuat evaluasi baik lebih objektif dan lebih berguna bagi mereka yang sedang dievaluasi. Para konsultan berpartisipasi dalam desain sistem baru dan pada umumnya sangat antusias karena berhubungan dengan nilai-nilai yang dianut objektivitas dan keadilan. Sebuah singkat dua tahun dalam proses baru, bagaimanapun, telah menjadi objek ketidakpuasan. Katalis sekitar-wajah ini adalah nilai memuaskan pertama.

Manajer senior telah mengidentifikasi enam konsultan yang kinerjanya mereka dianggap di bawah standar.Sesuai dengan proses evaluasi yang baru, mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk mengkomunikasikan keprihatinan mereka terhadap enam dan untuk membantu mereka meningkatkan.Manajer bertemu dengan setiap individu secara terpisah selama dan sesering profesional diminta untuk menjelaskan alasan di balik rating dan mendiskusikan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan-tetapi tidak berhasil. Kinerja terus pada tingkat rendah yang sama dan, pada akhirnya, enam dibiarkan pergi.

Ketika kata pemecatan menyebar melalui perusahaan, orang menanggapi dengan kebingungan dan kecemasan. Setelah sekitar selusin konsultan marah mengeluh kepada manajemen, CEO mengadakan dua pertemuan yang panjang di mana karyawan bisa udara keprihatinan mereka.

Pada pertemuan, para profesional membuat berbagai klaim. Beberapa mengatakan proses kinerja evaluasi tidak adil karena penilaian yang subjektif dan bias dan kriteria kinerja minimum jelas. Lainnya menduga bahwa penyebab nyata untuk pemecatan adalah ekonomi dan prosedur kinerja evaluasi hanya daun ara untuk menyembunyikan fakta bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan. Yang lain berpendapat bahwa proses evaluasi antilearning. Jika perusahaan benar-benar organisasi belajar, seperti diklaim, maka orang-orang melakukan di bawah standar minimum harus diajarkan bagaimana untuk mencapai itu. Sebagai salah satu put profesional itu: “Kami diberitahu bahwa perusahaan tidak memiliki kebijakan up-atau-out.Up-atau-out tidak konsisten dengan belajar. Anda menyesatkan kami. “

The CEO mencoba menjelaskan logika di balik keputusan manajemen dengan mendasarkan dalam fakta-fakta kasus dan dengan meminta para profesional untuk bukti yang mungkin bertentangan dengan fakta-fakta ini.

Apakah ada subjektivitas dan bias dalam proses evaluasi? Ya, merespons CEO, tapi “kami berusaha keras untuk mengurangi mereka. Kami terus berusaha untuk meningkatkan proses. Jika Anda punya ide, silakan beritahu kami. Jika Anda tahu seseorang diperlakukan tidak adil, bawalah itu. Jika salah satu dari Anda merasa bahwa Anda telah diperlakukan tidak adil, mari kita bahas sekarang atau, jika Anda ingin, secara pribadi. “

Adalah tingkat kompetensi minimum terlalu samar? “Kami sedang bekerja untuk menentukan kompetensi minimum yang lebih jelas,” jawabnya. “Dalam kasus enam, namun, kinerja mereka sangat miskin sehingga tidak sulit untuk mencapai keputusan.” Sebagian besar dari enam telah menerima umpan balik tepat waktu tentang masalah mereka. Dan dalam dua kasus di mana orang tidak, alasannya adalah bahwa mereka tidak pernah mengambil tanggung jawab untuk mencari evaluasi-dan, memang, telah secara aktif menghindari mereka. “Jika Anda memiliki data yang bertentangan,” CEO menambahkan, “mari kita bicara tentang hal itu.”

Apakah enam diminta untuk meninggalkan karena alasan ekonomi? Tidak, kata CEO. “Kami memiliki lebih banyak pekerjaan daripada yang bisa kita lakukan, dan membiarkan para profesional pergi sangat mahal bagi kita. Apakah salah satu dari Anda memiliki informasi yang bertentangan? “

Adapun perusahaan yang antilearning, pada kenyataannya, proses evaluasi seluruh dirancang untuk mendorong pembelajaran. Ketika profesional berkinerja di bawah tingkat minimum, CEO menjelaskan, “Kami bersama-sama merancang pengalaman perbaikan dengan individu. Kemudian kita melihat tanda-tanda perbaikan. Dalam kasus ini, baik profesional enggan untuk mengambil tugas tersebut atau mereka berulang kali gagal ketika mereka lakukan. Sekali lagi, jika Anda memiliki informasi atau bukti yang sebaliknya, saya ingin mendengar tentang hal itu. “

The CEO menyimpulkan: “Ini disesalkan, tapi kadang-kadang kita membuat kesalahan dan mempekerjakan orang yang salah. Jika individu tidak memproduksi dan berulang kali membuktikan diri mampu meningkatkan, kita tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan kecuali memberhentikan mereka. Ini tidak adil untuk menjaga berkinerja buruk individu dalam perusahaan. Mereka mendapatkan pangsa adil dari imbalan keuangan. “

Profesional # 3: “Itu apa-apa. Yang terburuk adalah ketika mereka mengatakan bahwa semua yang kita lakukan adalah wawancara orang, menulis laporan berdasarkan apa yang mereka memberitahu kami, dan kemudian mengumpulkan biaya kami. “

Manajer: “Fakta bahwa kita cenderung sangat muda adalah masalah nyata bagi banyak klien kami. Mereka menjadi sangat defensif tentang hal itu. Tapi saya ingin menyelidiki apakah ada cara bagi mereka untuk bebas mengekspresikan pandangan mereka tanpa kita mendapatkan defensif … “

“Apa yang mengganggu saya tentang tanggapan awal Anda adalah bahwa Anda menganggap Anda berada tepat di memanggil klien bodoh. Satu hal yang saya perhatikan tentang konsultan-di perusahaan ini dan lain-lain-adalah bahwa kita cenderung untuk mempertahankan diri dengan menjelek-jelekkan klien. “

Profesional # 1: “Benar. Setelah semua, jika mereka benar-benar bodoh, maka itu jelas bukan kesalahan kita bahwa mereka tidak mendapatkan itu! “

Profesional # 2: “Tentu saja, sikap yang antilearning dan overprotective. Dengan asumsi bahwa mereka tidak bisa belajar, kita membebaskan diri dari keharusan untuk. “

Profesional # 3: “Dan semakin kita semua pergi bersama dengan buruk-mengucapkan, semakin kita memperkuat pembelaan masing-masing.”

Manajer: “Jadi apa alternatifnya? Bagaimana kita dapat mendorong klien kami untuk mengungkapkan pembelaan mereka dan pada saat yang sama secara konstruktif membangun di atasnya? “

Profesional # 1: “Kita semua tahu bahwa masalah yang sebenarnya tidak zaman kita; itu apakah kita mampu menambah nilai bagi organisasi klien. Mereka harus menilai kita dengan apa yang kita hasilkan.Dan jika kita tidak menambahkan nilai, mereka harus menyingkirkan kami-tidak peduli seberapa muda atau tua kita berada. “

Manajer: “Mungkin itulah yang harus kita katakan kepada mereka.”

Dalam kedua contoh ini, para konsultan dan manajer mereka melakukan pekerjaan yang sebenarnya.Mereka belajar tentang dinamika kelompok mereka sendiri dan mengatasi beberapa masalah generik dalam hubungan klien-konsultan. Wawasan mereka mendapatkan akan memungkinkan mereka untuk bertindak lebih efektif di masa depan-baik sebagai individu maupun sebagai tim tersebut. Mereka tidak hanya memecahkan masalah tetapi mengembangkan pemahaman yang jauh lebih dalam dan lebih bertekstur peran mereka sebagai anggota organisasi. Mereka meletakkan dasar untuk perbaikan terus-menerus yang benar-benar terus menerus. Mereka belajar bagaimana belajar.


Chris Argyris adalah James Bryant Conant Profesor Emeritus “Pendidikan dan Perilaku Organisasi” di Harvard University di Cambridge, Massachusetts. Dia adalah penulis “Komunikasi yang baik Itu Blok Belajar” (HBR Juli-Agustus 1994), pemenang McKinsey Award. Ia juga seorang direktur di monitor Perusahaan di Cambridge.

Kategori
Business Corporate Ilmiah Kebijakan Leadership Manajemen Marketing

Manajemen melakukan hal-hal yang benar; Kepemimpinan melakukan hal-hal secara benar

“Management is doing things right; leadership is doing the right things” – Peter Drucker

large_article_im3563_ford_and_toyota_hybrid

Toyota dan Ford memutuskan untuk mengikuti balapan kano di Sungai Missouri. Kedua tim berlatih panjang dan keras untuk mencapai kinerja puncak mereka sebelum balapan. Ketika balapan usai, tim Jepang menang telak dengan perbedaan satu mil.

Tim Amerika sangat kecewa dan tertekan. Mereka memutuskan untuk menyelidiki dan menemukan alasan atas kekalahan telak tersebut. Sebuah tim yang terdiri dari manajemen senior dibentuk untuk menemukan masalah dan merekomendasikan tindakan yang tepat. Kesimpulan tim adalah: Tim Jepang memiliki delapan orang mendayung dan satu orang memegang kemudi sementara tim Amerika memiliki delapan orang pengemudi dan satu orang mendayung.

Merasa studi yang lebih dalam dibutuhkan, tim manajemen Amerika menyewa sebuah perusahaan konsultan untuk meminta pendapat, membayar mereka dengan banyak uang. Perusahaan konsultan menyarankan perusahaan Amerika itu, tentu saja, menyimpulkan terlalu banyak orang memegang kemudi dan tidak cukup banyak orang mendayung.

maxresdefault

Ingin mencegah kehilangan muka dari  Jepang, struktur manajemen tim dayung Amerika benar-benar ditata ulang dengan: empat penyelia kemudi dan satu asisten manajer pengawas kemudi. Selain itu, tim manajemen menerapkan sistem kinerja baru yang akan memberikan seseorang mendayung perahu insentif yang lebih besar untuk bekerja lebih keras. Mereka menyebut insentif ini, “Program Team Pendayung Kualitas  Terbaik” dengan insentif makan malam dan pena gratis untuk pendayung. Mereka punya dayung , kano, peralatan yang lebih baru serta hari libur ekstra dan bonus.

Jepang memenangkan balapan berikutnya dengan perbedaan jarak dua mil.

Merasa Dipermalukan, tim manajemen Amerika mem-PHK pendayung karena kinerja yang buruk, menghentikan pengembangan kano baru, menjual dayung, dan membatalkan semua investasi untuk peralatan baru. Uang yang disimpan didistribusikan kepada Eksekutif Senior sebagai bonus. Selain itu, tim balap berikutnya diserahkan kepada India.

cmc8jyzusaafohm

Kategori
Business Corporate Ilmiah Innovation Kerja Manajemen Marketing Wirausaha

Apakah Konten Digital Merupakan Mata Uang Baru?

Kita sering memikirkan uang adalah mata uang utama dalam bisnis. Ayo Pikirkan lagi…..

Ketika terjadi drama tak berujung Euro dan Bitcoin, mata uang telah banyak menjadi berita akhir-akhir ini. Kebanyakan orang mungkin kenal akan Dolar Amerika Serikat sebagai mata uang yang dominan di saat ini. Ini mungkin benar di satu sisi ; merupakan mata uang terkemuka saat ini. Apakah uang memungkinkan kita untuk “membeli kepercayaan”? Atau apakah jejak digital seseorang? Bagaimana dengan profil media sosial? Mungkin mata uang yang dominan saat ini adalah, yang secara cerdas dicatat oleh Hugh MacLeod, Obyek Sosial atau banyak dari kita semua menyebutnya konten sosial.

Dominasi web dan perilaku manusia sebagai hasilnya telah merubah konten sosial menjadi “baru”, semakin penting , dan menjadi “mata uang”. Mari kita pikirkan tentang hal ini: Web memungkinkan untuk pertukaran – transaksi informasi, jika Anda mau. Di masa lalu, transaksi ini terjadi ketika Anda “pergi” langsung ke tujuan. Namun pada tahun 2013, sebagian besar dari kita hidup di era ini dan sekarang menjadi”umpan” – “rumah kami” (Homepage) untuk menemukan konten .

Kita sekarang hidup sepenuhnya di era ekonomi berbagi. Berbagi di dua “Front”. Salah satunya adalah berbagi hal-hal atau jasa milik berbagai teknologi atau fasilitas. “Front” lainnya adalah informasi dikemas dan disajikan sebagai konten untuk: “memimpin” cara berpikir, hiburan , utilitas, atau apapun yang memungkinkan kita untuk memulai dan melanjutkan percakapan antara sekelompok orang dengan siapa kita ingin terlibat.

Era “Like / Follow / Fans” memudar ke “senja hari”. Merek akan terus menumpuk “Like” karena bila lebih besar selalu dianggap lebih baik, tetapi kampanye akuisisi sosial melakukan bisnis dan pelanggan selau merupakan “aktor utama”. Teknologi menghilangkan hambatan antara merek dan pelanggan lebih cepat daripada ketika media sosial pertama dioperasikan sebagai “mesin” untuk koneksi manusia.

Berbagi konten membantu kita terhubung. Koneksi membantu kita terlibat. Keterlibatan mengarah ke hubungan. Hubungan menyebabkan persahabatan dan mungkin kasih sayang. Dalam ekonomi industri, kita berkumpul di depan TV, membaca koran dan majalah, berkumpul di sekitar radio dan melihat “signage” yang “memberi tahu” apa yang harus dipercaya. Dalam ekonomi berbagi, teknologi telah memungkinkan kita untuk berhubungan, terlibat , bertanya, mengkritik atau menyetujui. Manusia adalah makhluk sosial, dan kita masih membutuhkan sesuatu untuk memacu keterhubungan. Konten bertindak sebagai stimulan itu. Konten adalah “mata uang” sejati kita .

Lima Alasan Konten Sebagai Mata Uang Baru:

  1. Konten memiliki makna di luar data/informasi yang menjadi isi. Konten dapat dibagi dan ditukar dengan orang lain untuk memperoleh tambahan pengetahuan seperti mata uang tradisional .
  2. Transaksi keuangan digunakan untuk membeli status. Sekarang, dengan membeli konten orang mendapatkan kepercayaan .
  3. Dalam ekonomi berbagi , obligasi terbentuk melalui pertukaran konten dan azas manfaat.
  4. Konten menciptakan ekuitas seperti saham dan obligasi. Semakin banyak keahlian tentang merek “dibawa ke meja” , semakin banyak mereka dapat menciptakan bisnis. Keahlian ini ditampilkan dalam bentuk konten.
  5. Definisi mata uang adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat tukar. Konten bertindak sebagai katalis yang karena ia seperti “broker” pertukaran antara orang-orang dengan kepentingan dan tujuan yang sama .

Disadur dari: http://www.fastcocreate.com/1682995/is-content-the-new-currency

Kategori
Business Corporate Manajemen Marketing Telematika

ManajemenPembebas.wordpress.com Review in 2013

The WordPress.com stats helper monkeys prepared a 2013 annual report for this blog.

Here’s an excerpt:

A New York City subway train holds 1,200 people. This blog was viewed about 5,800 times in 2013. If it were a NYC subway train, it would take about 5 trips to carry that many people.

Click here to see the complete report.

[youtube http://www.youtube.com/watch?v=dYC6lqapKLI]

Kategori
Business Corporate Kerja Leadership Wirausaha

5 Strategi Manajemen Konflik Untuk Peningkatan Dinamika Kelompok, Organisasi Atau Tim

Dalam setiap situasi yang melibatkan lebih dari satu orang, konflik bisa timbul dilingkungan Akademis, Bisnis dan Pemerintahan (Academic, Business and Government/ABG). Penyebab konflik adalah adanya berbagai perbedaan filosofis dan tujuan serta ketidak-seimbangan kekuatan. Bila dikelola dengan buruk konflik menghasilkan kerusakan pada kepercayaan dan produktivitas institusi akan hilang. Keberhasilan seringkali bergantung pada kohesi banyak orang, hilangnya kepercayaan dan produktivitas merupakan “sinyal kematian” institusi tersebut. Dengan pemahaman dasar dari strategi manajemen konflik, institusi  dapat lebih baik menangani konflik sebelum meluas  dan tidak  bisa diperbaiki.

Ada 5 Strategi Manajemen Konflik Untuk Peningkatan Dinamika Kelompok, Organisasi Atau Tim  sebagai berikut:

Accommodating (Mengakomodasi) 

Saya kalah, Anda menang

  • Simbol: Beruang Teddy (Teddy Bear) atau Bunglon (Chameleon)
  • Pemikiran Fundamental:
    • Bekerja menuju tujuan bersama lebih penting daripada memprioritaskan salah satu kepentingan,
    • Trauma terhadapi perbedaan dapat merusak hubungan.
  • Filsafat Strategis:
    • Menenangkan orang lain dengan mengecilkan konflik,
    • Melindungi hubungan antara pemangku kepntingan
  • Kapan menggunakan:
    • Bila masalah tidak penting bagi Anda juga untuk orang lain
    • Ketika Anda sadar bahwa Anda adalah salah
    • Bila Anda bersedia untuk membiarkan orang lain belajar dari kesalahannya
    • Bila Anda tahu Anda tidak bisa menang
    • Ketika itu bukan waktu yang tepat untuk Anda dan memilih membangun nama baik untuk masa depan
    • Ketika harmoni sangat penting
    • Ketika memiliki kesamaan adalah kesepakatan terbaik dan lebih penting daripada perbedaan
  • Kekurangan:
    • Ide seseorang tidak mendapatkan perhatian
    • Kredibilitas dan pengaruh bisa hilang

Strategi akomodatif dasarnya  memberikan pihak lawan apa yang diinginkannya. Penggunaan akomodasi sering terjadi ketika salah satu pihak ingin menjaga perdamaian atau merasakan masalahnya kecil. Sebagai contoh, sebuah institusi yang mewajibkan pakaian resmi mungkin membolehkan kebijakan “Pakaian kasual di hari Jumat ”  sebagai sarana  “menjaga perdamaian” dengan berbagai jenjang kepegawaian. Pemimpin menggunakan akomodasi sebagai strategi manajemen konflik yang utama, namun bagaimanapun, hal ini mungkin akan mengembangkan iri hati atau “kebencian”.

Avoiding (Menghindari)

Tidak ada pemenang atau pecundang

  • Simbol: Kura-kura (Turtle)
  • Pemikiran Fundamental: Ini bukan waktu atau tempat yang tepat untuk mengatasi masalah ini
  • Filsafat Strategis: Menghindari konflik dengan menarik diri, menghindar atau menunda
  • Kapan menggunakan:
    • Ketika konflik kecil dan hubungan  antar staf dipertaruhkan
    • Ketika Anda “menghitung sampai sepuluh” (Calm Down) untuk mendinginkan
    • Ketika isu-isu yang lebih penting mendesak diselesaikan dan Anda merasa  tidak punya waktu untuk berurusan dengan hal ini
    • Bila Anda tidak memiliki kekuatan dan Anda melihat tidak ada kesempatan untuk mendapatkan perhatian
    • Bila Anda terlalu terlibat secara emosional dan menganggap orang lain di sekitar Anda dapat lebih berhasil memecahkan konflik
    • Bila diperlukan informasi lebih banyak
  • Kekurangan:
    • Keputusan penting  dibuat secara “default” (standar)
    • Menunda-nunda  dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk

Strategi menghindari berusaha untuk menunda konflik tanpa batas waktu. Dengan menunda atau mengabaikan konflik, “avoider” (Penghindar) berharap masalah dapat diselesaikan sendiri tanpa konfrontasi. Mereka yang aktif menghindari konflik sering memiliki harga diri rendah atau memegang posisi  rendah. Dalam beberapa keadaan, menghindar dapat berfungsi sebagai strategi manajemen konflik yang menguntungkan, seperti setelah pemecatan seorang karyawan yang populer tetapi tidak produktif. Salah satu caranya mempekerjakan pengganti yang lebih produktif untuk posisi tersebut agar menenangkan banyak konflik.

Collaborating  (Berkolaborasi)

Saya menang, Anda menang

  • Simbol:  Burung hantu (Owl)  atau Lumba-lumba (Dolphin)
  • Pemikiran Fundamental :
    • Teamwork dan kerjasama setiap orang untuk mencapai tujuan mereka,
    • Juga menjaga hubungan diantara mereka dengan baik
  • Filosofi Strategis: Proses bekerja melalui perbedaan akan mengarah pada solusi kreatif yang akan memuaskan kedua belah pihak
  • Kapan menggunakannya:
    • Ketika ada tingkat kepercayaan yang tinggi
    • Bila Anda tidak ingin memiliki tanggung jawab penuh (Sharing Responsibilities)
    • Bila Anda ingin orang lain juga memiliki “kepemilikan” solusi
    • Ketika orang-orang yang terlibat bersedia untuk mengubah pemikiran mereka karena ditemukan opsi baru yang lebih baik
    • Bila Anda bersama tim perlu untuk bekerja melalui “kompetisi”
  • Kekurangan:
    • Proses ini membutuhkan banyak waktu dan energi
    • Beberapa fihak mungkin mengambil keuntungan dari kepercayaan dan keterbukaan orang lain

Kolaborasi bekerja dengan mengintegrasikan ide-ide yang ditetapkan oleh beberapa orang. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi kreatif yang diterima oleh semua orang. Kolaborasi, meskipun berguna, memerlukan komitmen waktu yang signifikan lama. Sebagai contoh, sebuah pemimpin institusi atau pemilik bisnis harus bekerja sama dengan manajemen lain untuk menetapkan kebijakan, tetapi kolaborasi pengambilan keputusan hal kecil  lebih baik digunakan dengan cara mandiri.

Compromising (Berkompromi)

Anda Sopan, Saya  Segan 🙂

  • Simbol: Rubah (Fox) atau Bunglon (Chameleon)
  • Pemikiran Fundamental: Memenangkan hal yang besar sementara kehilangan sedikit sesuatu adalah tidak menjadi masalah
  • Filsafat Strategis:
    • Kedua fihak ditempatkan di tengah  upaya untuk melayani “kepentingan umum”
    • Sambil memastikan setiap orang dapat mempertahankan sesuatu sesuai posisi semula
  • Kapan menggunakan:
    • Ketika orang-orang dari status yang sama  berkomitmen untuk satu tujuan
    • Ketika waktu  bisa dihemat dengan mencapai jalan tengah pada  masalah yang kompleks
    • Ketika tujuannya cukup penting
  • Kekurangan:
    • Nilai-nilai penting dan tujuan jangka panjang (strategis) dapat “tergelincir” dalam proses (takstis) yang terjadi
    • Mungkin tidak bekerja jika tuntutan awal terlalu besar
    • Dapat menelurkan sinisme, terutama jika tidak ada komitmen untuk menghormati solusi kompromi

Strategi kompromi biasanya  agar kedua sisi konflik “menyerah” dalam rangka untuk membangun solusi yang diterima, walau tidak menyenangkan. Strategi ini  paling sering dalam konflik di mana pihak yang berkonflik kurang lebih setara. Pemimpin institusi atau pemilik bisnis sering menggunakan kompromi selama negosiasi persetujuan atau kontrak  ketika masing-masing pihak bertahan agar tidak kehilangan sesuatu yang berharga, misalnya layanan yang diperlukan  agar tetap berjalan.

Competing (Bersaing)

Saya menang, Anda  kalah

  • Simbol:  Hiu (Shark) atau  Singa (Lion)
  • Pemikiran Fundamental:  “Memenangkan” konflik dengan persaingan
  • Filsafat Strategis: Ketika tujuan sangat penting, seseorang  kadang-kadang harus menggunakan kekuatan untuk menang
  • Kapan menggunakan:
    • Bila Anda tahu Anda benar
    • Ketika waktunya singkat dan keputusan yang cepat diperlukan
    • Ketika ada “kekuatan” sedang mencoba untuk “menggilas” dan Anda tidak ingin “dikalahkan” olehnya
    • Bila Anda perlu  mempertahankan hak-hak Anda
  • Kekurangan:
    • Dapat meningkatkan konflik
    • Pecundang (fihak yang kalah) mungkin akan membalas di lain kesempatan

Kompetisi beroperasi seperti zero-sum game, di mana satu sisi menang dan yang lain kalah (1-1=0). Kepribadian yang sangat tegas sering memilih kompetisi sebagai strategi manajemen konflik. Strategi bersaing  ini baik dalam sejumlah konflik, seperti situasi darurat. Secara umum, pemimpin institusi atau pemilik bisnis memanfaatkan strategi bersaing sebagai “cadangan” untuk situasi krisis dan keputusan yang menyakitkan.