Kategori
Business Corporate Innovation Leadership Manajemen Pemikiran

Sejarah Toyota dan Apa yang telah dilakukan untuk membuat mobilnya andal

Toyota adalah salah satu produsen mobil terbesar di dunia. Perusahaan yang bermarkas di Tokyo (Jepang) ini didirikan pada 28 Agustus 1937, 82 tahun lalu. Pendirinya adalah Kiichiro Toyoda, anak tertua dari Sakichi Toyoda sang pencetus industri Toyota yang semula membuat mesin jahit pada awal 1900-an.

Bagi orang Jepang, barangkali nama Sakichi Toyoda layak disejajarkan dengan Thomas Alva Edison. Ia tak hanya mampu mencerahkan industri Jepang, namun juga mempermudah kerja buruh-buruh tenun dengan mesin otomatis yang menambah kapasitas serta efisiensi produksi tekstil kala itu.

Etos kerja terampil dan tak mudah menyerah secara langsung ditularkan kepada Kiichiro Toyoda, yang sejak kecil sudah terbiasa melihat ayahnya bekerja di pabrik. Usai lulus dari universitas, ia pun bergabung dengan perusahaan milik keluarga, Toyoda Automatic Loom Works Ltd yang kemudian menjadi Toyota Industries Corporation.

Sebelum Sakichi Toyoda wafat, ia berpesan pada anaknya untuk melanjutkan bisnis tersebut. Walau begitu, Kiichiro Toyoda rupanya lebih menyukai industri otomotif, yang ketika itu dianggap sebagai keputusan penuh risiko. Sebab belum banyak perusahaan Jepang yang terjun dalam bidang tersebut.

Kenneth E. Hendrikson dalam The Encyclopedia of The Industrial Revolution(2015: 965-966) menceritakan masa-masa awal berdirinya produsen mobil Toyota. Rencana Kiichiro Toyoda yang bakal memproduksi kendaraan di dalam negeri ternyata langsung mendapat dukungan dari pemerintah Jepang.

Maka pada 1929 ia pergi ke Eropa dan Amerika Serikat (AS) untuk mempelajari serta mengambil inspirasi untuk mengembangkan industri otomotif. Berkali-kali ia keluar masuk pabrik di Detroit dan mempelajari tiap sudut mobil-mobil Chevrolet maupun Ford, sebelum membuat sendiri mobil yang telah lama ia idamkan.

Sepulangnya dari manca negara, sebuah mobil bernama Model A1 akhirnya tercipta pada 1935. Menariknya, mobil ini bisa bertukar komponen dengan sedan-sedan Amerika, yang pada saat itu memang mendominasi ruas-ruas jalanan Jepang.

Tak lama berselang, Kiichiro Toyoda pun mulai mendirikan Toyota Motor Company, sebagai anak perusahaan Toyoda Automatic Loom Works. Nama ‘Toyota’ sengaja dipilih karena dianggap punya keberuntungan lebih baik dan lebih mudah ditulis dalam huruf Jepang.

Selama Perang Dunia II, Toyota dilibatkan dalam memproduksi kendaraan militer yang lahir dari pabrik di Pulau Honshu. Truk-truk tahan banting ini bahkan menjadi cikal bakal Toyota Land Cruiser yang sukses terjual di AS dan seluruh dunia di kemudian hari.

Setelah kematian Kiichiro Toyoda tahun 1952, perusahaan makin gencar memproduksi mobil dan mulai mengekspor ke negara-negara di dunia. Laman Britannica mencatat, pada 1966 Toyota mulai mengakuisisi perusahaan bus dan truk besar Hino, Nippon Denso, juga Daihatsu Motor Company.

Hingga tahun 1970-an, Toyota disebut telah berhasil menjual lebih dari satu juta kendaraan secara global. Bahkan selama beberapa dekade, perusahaan ini menjadi produsen mobil terbesar di Jepang dan terus berkembang di pasar AS. Toyota pun terkenal sebagai merek kendaraan berbiaya rendah, hemat bahan bakar, serta andal. Seperti yang ditunjukkan pada Corolla, sedan paling laris di dunia.

Kini Toyota pun muncul sebagai produsen mobil yang memiliki fasilitas produksi di banyak negara, mulai dari Argentina, Brasil, Kanada, Cina, Kolombia, Republik Ceko, Mesir, Perancis, Malaysia, Meksiko, Filipina, Polandia, Portugal, Rusia, Afrika Selatan, Sri Lanka, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab, Inggris, Amerika Serikat, Venezuela, Vietnam, juga Indonesia.

Dengan lebih dari 5,5 juta kendaraan diproduksi setiap tahun pada 2019, dan dengan banyak desain pemenang penghargaan dan reputasi teknologi inovatif, perusahaan telah melampaui tujuan mereka untuk menciptakan posisi aman di pasar mobil AS.

Nama Toyota terus dikaitkan dengan keandalan dan kinerja untuk pengemudi baru dan pengemudi Toyota yang berdedikasi, dan mereka terus memberikan ide-ide baru untuk masa depan. Ketika topik kehandalan muncul, tidak butuh waktu lama sampai nama Toyota disebutkan. Baik itu Tundra yang sudah berjalan jutaan mil, Supra yang tidak bisa dihancurkan, mobil kakek Anda Corolla yang tidak akan mati meski oli belum diganti dalam 5 tahun. Banyak pabrikan membuat mobil yang andal di sini atau mungkin sekarang era mobil yang andal, tetapi hanya sedikit OEM yang membuat mobil yang layak dicoba dan benar seperti Toyota.

Jadi apa rahasianya? Dalam video ini Nolan menjelaskan dengan tepat apa yang telah dilakukan Toyota untuk membuat mobil andal. Kita akan melihat secara mendalam konsep Jidoka, Kaizen, dan JIT (Just In Time). Tidak tahu apa artinya? maka kami punya video untuk ditonton!

Kategori
Kebijakan Kehidupan Kerja Lingkungan Manajemen Pemikiran

Merokok Apakah Bagian Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia?

image

Pertanyaan yang sejak dahulu kala selalu saja ditanyakan adalah bagaimana perusahaan menangani berbagai masalah yang mungkin terjadi akibat mempekerjakan pegawai yang merokok. Salah satu solusi sederhana untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menolak untuk mempekerjakan perokok atau memberlakukan larangan merokok selama jam kerja.

Perokok merupakan orang yang meracikan tembakau yang digabungkan dengan beberapa zat lain yang kemudian dilinting dengan kertas. Setelah itu diberilah stempel merek jadilah rokok dengan bermacam merek yang menawarkan kesejukan dan keberanian.

Efek dari rokok seperti dipengertian diatas sangat membahayakan kesehatan yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam bekerja, seperti malas, gampang sakit, emosional dan tidak dapat berpikir secara rasional.

smoker

Kerugian bagi perusahaan apabila memiliki pegawai yang merokok, biaya kesehatan menjadi sangat tinggi. Saving anggaran terkuras gara gara untuk membayari pegawai yang sakit akibat dari rokok. Tidak haya biaya, waktu pun juga sia sia karena memiliki pegawai yang merokok diwaktu kerja.

Pengalaman penulis melihat perilaku pegawai perokok disuatu perusahaan, setidaknya menyempatkan 1-2 jam setiap harinya untuk merokok. Berangkat ke kantor jam 8, kemudian jam 9-10 merokok, kembali bekerja, kemudian istirahat siang jam 12-13 istirahat, nanti jam 3-4 sore kembali merokok, dan jam 5 sore sudah pulang kantor sehingga apabila dihitung harusnya bisa bekerja setiap hari 8 jam, karena merokok menjadi 6 jam saja efektif untuk bekerja.

Pada zaman dimana pegawai menghabiskan semakin banyak waktu di tempat kerja, pendekatan untuk mengelola pegawai yang merokok adalah dengan memotivasi mereka untuk menjalani gaya hidup yang lebih sehat. Area khusus merokok (designated smoking area) harus diletakkan agak jauh dari area kerja sehingga mempersulit para pegawai yang ingin merokok.

Selain itu, area khusus merokok dapat dimanfaatkan untuk menampilkan berbagai pengumuman layanan masyarakat yang menjelaskan bahaya asap rokok dan risiko kesehatan yang dihasilkan. Khususnya iklan-iklan anti-merokok yang bersifat grafis dan mengganggu yang terbukti efektif untuk mengugurkan niat merokok para pegawai tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan yayasan Tobacco Free Florida. Faktanya, tidak ada orang yang suka melihat iklan rokok grafis seperti ini:

smoker1

Hasil penelitian kedokteran di zaman sekarang memperkuat penemuan dunia kedokteran di masa lampau bahwa merokok menyebabkan berbagai jenis penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, juga merusak sistem reproduksi, pendeknya merokok merusak seluruh sistem tubuh. Oleh karena itu, seluruh negara menetapkan undang-undang yang mewajibkan dicantumkannya peringatan bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan tubuh pada setiap bungkus rokok.

Begitu dahsyatnya bahaya rokok yang mempengaruhi kinerja pegawai, tulisan ini menyarankan kepada Pimpinan Perusahaan, Pimpinan Organisasi, Pelaku Bisnis, Kepala Bagian SDM, Pengusaha apabila tidak mau rugi, sebaiknya mengevaluasi kinerja pegawai yang merokok, dan kalau perlu kedepan recuit-lah pegawai yang tidak merokok.

Kategori
Ibadah Kebijakan Kehidupan Pemikiran Pendidikan Pribadi

Kehidupan Terjadi Bila Kita Sibuk Dengan Pembelajaran Hidup

image

Prof. Dr. Buya Hamka pernah mengatakan sebuah ungkapan: “Air mata berasa asin itu karena air mata adalah garam kehidupan.” Ungkapan ini perlu dikhidmati karena sering kita melihat hidup orang lain yang begitu sempurna, lantas mendambakan hidup yang sama. Lalu kita mulai membanding-bandingkan hidup sendiri dengan kehidupan mereka yang terlihat sempurna itu. Kita mulai berandai-andai menjadi orang-orang ‘keren’ itu, di saat yang sama menghujat hidup yang dijalani sendiri. Terinspirasi oleh hidup orang lain boleh saja, namun tidak ada alasan untuk terus-terusan membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Tidak ada yang terlahir untuk langsung menjadi ahli dalam kehidupan. Kita semua harus mulai belajar dari nol. Kamu mungkin memiliki orang tua, guru, atau buku yang akan mengajarimu berbagai seni menjalani hidup. Tapi mereka tidak akan bisa menggantikanmu menjalani kehidupanmu sendiri. Maka sebaik apapun kamu mengikuti petunjuk mereka, kamu tidak akan pernah terhindar dari kesalahan.

Dari kesalahan itulah kamu justru bisa belajar untuk jadi lebih baik. Dari kesedihan dan penderitaanmulah, kamu baru bisa mengerti perasaan bahagia. Kinerja bisa optimal dan beban otak serasa lebih ringan ketika kita memiliki kondisi mental dan kejiwaan dalam keadaan yang stabil dan prima. Segala permasalahan yang membuatmu kecewa harus segera disingkirkan agar lebih semangat dalam menjalani hari-hari.

 

Kategori
Anak Diklat E-Learning Kebijakan Keluarga Leadership Manajemen Pemikiran Pendidikan Pribadi

Education can only be enhanced with community

image

Education can only be enhanced with community; education is not a building but a lifestyle and an environment-Robert John Meehan

Kategori
Business Kerja Leadership Manajemen

Akar Masalah Pendelegasian

Mengambil terlalu banyak pekerjaan pada satu waktu? Itu salah sebagaimana yang digambarkan dalam Teori Manajemen!

Kita sering mengatakan “ya” untuk suatu tugas, ketika kita harus mengatakan “tidak”. Apakah ini menguntungkan kita atau tim kita? TIDAK!

Ini hanya mengarah kepada kondisi yang penuh kecemasan serta stres yang diakhiri dengan kelelahan dan gairah kerja yang hambar.

Kita menginginkan yang terbaik untuk tim kita dan pelanggan. Saya percaya bahwa pendelegasian (yang dilakukan secara bijaksana) adalah “obat’ (cara) terbaik.

Saya sudah menangani sejumlah posisi di berbagai perusahaan  selama beberapa puluh tahun. Pendelegasian adalah hal besar yang membutuhkan banyak waktu dan kesabaran. Sementara   menikmati tugas dan mengambil penugasan, kadang-kadang tanggung jawab yang lain akan menuntut kita untuk hari berikutnya. Dan, sebaliknya, jika berfokus pada tugas orang lain, tanggung jawab masih di bagian belakang  “kepala” kita.

Tapi, seperti Batman yang memiliki Robin, setiap superhero membutuhkan mitra super untuk membantu mereka memenangkan pertempuran.

Jangan berpikir meminta bantuan membuat Anda kelihatan lemah. Mungkin Anda pernah mengatakan/berpikir pada diri sendiri, “Saya biasa  mengerjakan ini – aku tahu melakukan sesuatu dengan benar dan tidak yakin apakah ada orang lain yang bisa!” Apakah aku akan  “memukul paku” di kepala sendiri?

Untuk setiap pohon, ada akar yang memegangnya teguh dalam tanah. Untuk setiap tim yang baik, ada juga “akar” untuk menjaganya mantap dan tegak.

Jadi, mari turun ke akar masalahnya! Berikut adalah tips saya dalam pendelegasian:

Realistis:

Jadilah kekuatan nyata di sisi “anak-anak” (staf). Jika Anda membutuhkan bantuan, mintalah hal itu. Jangan “meninggalkan” tugas terlalu besar. Pecahlah semua tugas  yang Anda lakukan menjadi “irisan”, kemudian mendelegasikannya sesuai kebutuhan. Anggap saja seperti “pesta pizza besar” di mana semua orang mendapat sepotong pizaa untuk dinikmati.

Terbuka:

Berpikiran terbuka untuk ide-ide baru bersama staf Anda yang baru. Buatlah mereka menjadi  “superhero” dan menjadi mitra dengan melakukan diskusi tentang cara untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan. Mereka mungkin memiliki cara-cara yang Anda tidak pernah pikirkan dan dapat menyebabkan beberapa “WOW” saat itu.

Pengaturan:

Buat SOP yang bagus…..Buat daftar semua tugas Anda pada kartu indeks yang dibagi menjadi dua tumpukan; satu untuk tugas yang akan Anda tangani dan satu lagi untuk tugas-tugas yang tim Anda akan tangani. “Tempatkan”  mereka di sekitar Anda sampai  menemukan keseimbangan tugas yang tepat.

Pelatihan:

Buat rencana untuk berbagi semua pengetahuan, kepakaran dan kebijaksanaan melalui pelatihan dengan tim Anda. Mereka akan belajar dari ANDA, menggabungkan cara yang unik mereka sendiri dan menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan.

Akhir kata….

Semua untuk semua, dengan pendelegasian yang baik, semua orang adalah pemenang!

Kategori
Kebijakan Leadership Manajemen Pemikiran Tokoh UPI

Kepemimpinan: Antara Teori dan Model Yang Diterapkan (Bagian-1)

1.     PENDAHULUAN

Kepemimpinan merupakan topik yang selalu menarik diperbincangkan dan tak akan pernah habis dibahas. Masalah kepemimpinan akan selalu hidup dan digali pada setiap zaman, dari generasi ke generasi guna mencari formulasi sistem kepemimpinan yang aktual dan tepat untuk diterapkan pada zamannya. Hal ini mengindikasikan bahwa paradigma kepemimpinan adalah sesuatu yang sangat dinamis dan memiliki kompleksitas yang tinggi.

Terminologi kepemimpinan lahir sebagai suatu konsekuensi logis dari perilaku dan budaya manusia yang terlahir sebagai individu yang memiliki ketergantungan sosial (zoon politicon) yang sangat tinggi dalam memenuhi berbagai kebutuhannya (homo sapiens). ABRAHAM MASLOW mengidentifikasi adanya 5 tingkat kebutuhan manusia :

1). kebutuhan biologis,

2). kebutuhan akan rasa aman,

3). kebutuhan untuk diterima dan dihormati orang lain,

4). kebutuhan untuk mempunyai citra yang baik, dan

5). kebutuhan untuk menunjukkan prestasi yang baik.

Dalam upaya memenuhi kebutuhannya tersebut manusia kemudian menyusun organisasi dari yang terkecil sampai yang terbesar sebagai media pemenuhan kebutuhan serta menjaga berbagai kepentingannya. Bermula dari hanya sebuah kelompok, berkembang hingga menjadi suatu bangsa. Dalam konteks inilah, sebagaimana dikatakan Plato dalam filsafat negara, lahir istilah kontrak sosial dan pemimpin atau kepemimpinan.

2.     TEORI DAN MODEL KEPEMIMPINAN

Dalam bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya.

Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Adapun istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

 

2.1     TEORI KEPEMIMPINAN:

Kajian mengenai kepemimpinan termasuk kajian yang multi dimensi, aneka teori telah dihasilkan dari kajian ini. Teori yang paling tua adalah The Trait Theory atau yang biasa disebut Teori Pembawaan. Teori ini berkembang pada tahun 1940-an dengan memusatkan pada karakteristik pribadi seorang pemimpin, meliputi : bakat-bakat pembawaan, ciri-ciri pemimpin, faktor fisik, kepribadian, kecerdasan, dan ketrampilan berkomunikasi. Tetapi pada akhirnya teori ini ditinggalkan, karena tidak banyak ciri konklusif yang dapat membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin.

Dengan surutnya minat pada Teori Pembawaan, muncul lagi Teori Perilaku, yang lebih dikenal dengan Behaviorist Theories. Teori ini lebih terfokus kepada tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin daripada memperhatikan atribut yang melekat pada diri seorang pemimpin. Dari teori inilah lahirnya konsep tentang Managerial Grid oleh ROBERT BLAKE dan HANE MOUTON. Dengan Managerial Grid mereka mencoba menjelaskan bahwa ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik sebagai hasil kombinasi dua faktor, produksi dan orang, yaitu Manajemen Grid. Manajemen Grid merupakan satu dari empat gaya kepemimpinan yang lain, yaitu : Manajemen Tim, Manajemen Tengah jalan, Manajemen yang kurang, dan Manajemen Tugas.

Pada masa berikutnya teori di atas dianggap tidak lagi relevan dengan sikon zaman. Timbullah pendekatan Situational Theory yang dikemukakan oleh HERSEY dan BLANCHARD. Mereka mengatakan bahwa pembawaan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah berbeda-beda, tergantung dari situasi yang sedang dihadapi. Pendekatan ini menjadi trend pada tahun 1950-an.

Teori yang paling kontemporer adalah teori Jalan Tujuan, Path-Goal Teory. Menurut teori ini nilai strategis dan efektivitas seorang pemimpin didasarkan pada kemampuannya dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi para anggota dengan penerapan reward and punisment.

[slideshare http://www.slideshare.net/djadja/strategicleadershipmmbiztel02apr09#]

Kategori
Kebijakan Lagu Leadership Pahlawan Pemikiran Pendidikan Pribadi Sejarah Tokoh

Nasionalisme Bangsa dan Hubungannya Dengan Kiprah Sepakbola Indonesia

Nasionalisme: Dimanakah Kau Berada?

 

Nasionalisme Bangsa Indonesia ditandai dengan Kebangkitan Nasional dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.

Saat ini kita masih menunggu dan mengejar agar bangsa ini bangkit menuju peradaban yang lebih baik dan berkesinambungan. Masalah yang dihadapi cukup rumit, terutama generasi saat ini yang melihatnya dari peristiwa Reformasi 20 Mei 1998. Saat itu banyak fihak berharap akan terjadi perubahan mendasar setelah 14 tahun reformasi itu terjadi.

Namun, apa mau dikata, Reformasi telah “menelan korban dan biaya” yang tidak sedikit. Baik dari sisi aset fisik,  budaya, sosial, psikologis dan aspek kemanuasian lain, peradaban kita ada di ambang “To Be or Not To Be”. Banyak pemangku kepentingan bangsa kebingungan dengan “Prioritas Mana Yang Harus Dipilih Oleh Bangsa Indonesia?”. Mereka masih gamang “irama apa yang harus dimainkan?”.

Nasionalisme dan Sepakbola

 

Apakah ada keterkaitan langsung antara nilai nasionalisme dan prestasi sepakbola sebuah bangsa?

Nasionalisme atau paham kebangsaan serupa barang semu. Tidak berbentuk dan hanya ada di dalam benak kepala orang banyak. Benedict Anderson mengatakan, bangsa-bangsa adalah komunitas yang dibentuk secara sosial dan diciptakan dalam persepsi mereka yang berada di dalamnya. Prinsip kebangsaan ini mendapat tempat lebih luas secara politis ketika orang membentuk negara.

Bersumber dari goal.com, disebutkan Sepakbola turut memberikan ruang atas terjadinya persaingan antarbangsa atau antarnegara salah satunya melalui sistem kejuaraan yang dikenal sejak olahraga si kulit bulat ini mewabah secara global.

Dalam ruang yang paling kecil terjadi ketika Indonesia berpartisipasi di AFF Suzuki Cup 2012 baru-baru ini. Kebetulan atau tidak, Indonesia mengawali turnamen melawan Laos dan mengakhirinya dengan menghadapi Malaysia. Hubungan Indonesia dan Malaysia tak ubahnya seperti dua negara tetangga lain di dunia. Saling cela, saling bersaing, saling cemburu, tetapi sebenarnya saling membutuhkan.

Malaysia dalam banyak hal sebenarnya mengagumi Indonesia. Dalam sebuah percakapan dengan seorang teman dari negara jiran itu di Kuala Lumpur dua pekan lalu, generasi muda Malaysia sebenarnya mengakui keunggulan berbagai produk budaya Indonesia. Sayangnya, Indonesia tidak memandang fenomena itu sebagai sebuah hegemoni melainkan menganggapnya sebagai produk yang eksklusif.

Tapi, di lapangan sepakbola Malaysia berhasil mengungguli Indonesia dalam beberapa pertemuan. Jika masyarakat Indonesia merayakan pencapaian timnas di AFF Suzuki Cup dengan gegap gempita, begitu pula dengan masyarakat Malaysia. Jika kepentingan politik Indonesia menempatkan sepakbola di pentas utama, begitu pula halnya dengan Malaysia. Sebabnya sepakbola dianggap berhasil menggelembungkan sikap nasionalisme sepanjang turnamen digelar.

Nasionalisme yang sudah ditinggalkan kalangan posmodernis tetap menjadi barang penting bagi negara dunia ketiga seperti Indonesia dan Malaysia. Jika menilik teori modernisasi Anthony Giddens, entah berada di tahap berapa Indonesia sekarang ini. Bukan negara primordial yang feodalis, tetapi tidak jua lepas landas. Kesadaran manusia, demikian Karl Marx suatu ketika, tergantung pada alat produksi yang dipakainya. Bagi Marx, kesadaran manusia sangat diperlukan demi sebuah kemajuan. Indonesia dan Malaysia, selama AFF Suzuki Cup, ternyata menuju “kemajuan” yang berbeda.

Di Malaysia dewasa ini, kebangsaan adalah isu penting. Dalam beberpa tahun terakhir Pemerintah rajin mempropagandakan kampanye “1Malaysia”, yang bertujuan menyatukan berbagai rumpun budaya — terutama tiga etnis besar: Melayu, Cina, dan India. Bahasa ibu masih akrab di telinga masyarakat sehari-hari karena tidak semua orang Malaysia bisa berbahasa Melayu dan tidak semua orang Malaysia lancar berbahasa Inggris.

Kaum oposisi beranggapan kampanye “1Malaysia” bertujuan melanggengkan status quo generasi rezim pemerintahan dan Anda tahu bahasa yang digunakan media Melayu untuk menyebut kata “oposisi”? “Pembangkang”. Dalam bahasa Indonesia, dua kata tersebut memiliki konotasi yang berbeda. Pendeknya, bagi Malaysia persatuan adalah isu penting. 

Jauh sebelum AFF Suzuki digelar, Pemerintah Malaysia menyertakan sepakbola dalam kurikulum pendidikan nasional. Sejumlah fasilitas akademis plus sepakbola didirikan di beberapa negara bagian — terbaru di negara bagian Pahang. Sistem pembinaan pemain muda ini turut ditunjang kebijakan federasi sepakbola setempat (FAM) yang melarang partisipasi pemain asing dalam kompetisi nasional.

Saat turnamen digelar, euforia kebangsaan Malaysia mulai terpantik ketika sukses menumbangkan Laos dan kemudian Indonesia  2-0 pada laga penyisihan di Kuala Lumpur. Ketika laga  digelar banyak generasi muda Malaysia dengan mendatangi langsung arena nonton bareng di kawasan Bukit Jalil. 

Walau belum juara, wajar kiranya bangsa Malaysia merayakannya  berpesta menyambut lolosnya mereka ke semi final di turnamen antarnegara Asia Tenggara itu. Sepakbola dianggap sebagai kebanggaan bersama warga Malaysia. Semua etnis berbaur menjadi satu dalam merayakan keberhasilan tim Harimau Malaya. 

Indonesia menjalani turnamen dengan penuh warna, gagal lolos semi final walau tadinya diharapkan merebut gelar. PSSI bahkan berseteru dengan KPSI sehingga banyak pemain tang bertalenta tidak bisa ikut serta. PSSI memanfaatkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk mendukung timnas dengan memaksa “keterbatasan” mereka.  Di negara kita, isu nasionalisme malah disetir ke arah kepentingan tertentu.

Kategori
Kebijakan Keluarga Leadership Pribadi Sejarah Tokoh

The Last Samurai: Antara Semangat Kebangsaan dan Pengaruh Asing

Cerita dalam film terjadi selama awal modernisasi Jepang, pada 1870-an dan 1880-an. Kekuasaan Kaisar telah melemah oleh kekuatan politik dan ekonomi kabinetnya dengan usianya yang masih muda. Pengaruh politik Amerika Serikat dan negara Barat lainnya menarik kendali dari kabinetnya dan memasok persenjataan modern dan taktik kepada Jepang untuk modernisasi tentaranya.

Tom Cruise memerankan Kapten Allgren, seorang veteran  yang kecanduan alkohol karena telah melihat dan berpartisipasi dalam pembantaian terlalu banyak orang Indian tak bersalah. Ia  ditawari kesempatan untuk merebut kembali beberapa kehormatannya dengan membantu melatih militer Jepang dalam penggunaan senjata api. Ketika ia tiba di Jepang, tes pertama dari tentara Jepang dan senjata baru itu akan melawan kelompok pemberontak. Mereka adalah samurai yang percaya pengabdiannya dalam rangka pelayanan untuk Kaisar dan Jepang, tetapi menolak kabinet Kaisar dan pengaruh negara-negara barat.

Dalam kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan oleh seorang kaisar pasif, Jepang tampaknya siap untuk masuk ke dalam perang saudara melawan  kepercayaan, nilai dan kehormatannya sendiri. Selama serangan pertama pada Samurai, Allgren ditangkap oleh para Samurai dan memulai perjalanan spiritual, fisik dan filosofis yang akan membawanya  ke tingkat harga diri dimana budayanya sendiri tidak pernah bisa memasok.

Interpretasi  dari perjalanan ini adalah bahwa Allgren telah menemukan tempat dan orang yang menawarkan dia penebusan diri, di mana di dunia sendiri ia tidak dapat menemukannya. Tapi  Allgren hanya sebagian kecil dari cerita – yang akhirnya berputar di sekitar apa yang tepat untuk Jepang. untuk subjektivitas seluruh bangsa, dan bagaimana untuk menggambarkan suatu subjek dari sudut pandang sendiri.

Jepang secara tradisional diperlakukan dengan baik dan empati di sini, tidak berlebihan  karena beberapa dari kritikus film sepertinya mengusulkannya untuk Oscar. Ini bukan film tentang apa yang secara objektif benar dan salah, tetapi sebuah film tentang berjuang untuk memahami dan memberdayakan tradisi sebagai sarana untuk mengontrol dan mengambil manfaat dari perubahan. Kita menemukan ada pernyataan moral yang besar di sini, tetapi lebih intens dan simpatik. Suatu drama manusia dengan rasa yang kuat pada kehormatan dan pengorbanan.

Edward Zwick (Sutradara) telah membuat film yang beroperasi baik di setiap tingkatan, membawa ide-ide filosofis yang sederhana tapi mendalam, tetapi menghindari kesalahan dengan membuat ide-ide dan karakter yang mengungkapkannya super heroik. Pada akhirnya, film ini dengan indah menyampaikan pesan kuat tentang perang, tradisi, kehormatan etika, dan budaya, yang meskipun tidak terlalu asli, namun sensitif dan cerdas dibawa ke depan layar.

Kategori
Business Innovation Kebijakan Leadership Manajemen Pendidikan Proyek Tokoh Wirausaha

Kemana perginya EsEmKa? Mirip Hikayat Kelahiran Mobil Listrik Pertama di Amerika

Pupus sudah harapan Walikota Solo dan komunitas SMK yang membangun mobil EsEmKa ketika belum lulus Uji Emisi  Euro 2 di Balai Thermodinamika Motal dan Propulsi (BTMP), Serpong, Tangerang. Dikuti dari Tribun News 2 Maret 2012Jokowi dan Rudy, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo kecewa karena Esemka tak lolos uji emisi. Pasalnya dari 11 item yang diujikan, Esemka, mobil rakitan anak bangsa itu, gagal pada dua item.
Pertama, Esemka gagal pada standar gas buang karbonmonoksida yang seharusnya (CO) 5 gram/km dan HC+NOx standar 0,70 gram/km, namun terbukti CO-nya 11,63 gram/km dan HC+NOx sebesar 2,69 gram/km. Kegagalan kedua yakni tingkat terang lampu, seharusnya 12.000 candle (CD), namun lampu Esemka hanya mampu bersinar pada 10.900 CD, lampu kanan dan sebelah kiri 6.700 CD. Standar-standar itu mengacu pada Kepmen KLHJ No 04/2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang untuk Kendaraan Bermotor Tipe Baru.
Terlepas dari masalah, saya jadi teringat kejadian ini Mirip Hikayat Kelahiran Mobil Listrik Pertama di Amerika. Cerita sebagian besar diungkap selama kurun tahun 1990-an, ketika beberapa produsen mobil, termasuk General Motors, yang didorong untuk mengejar masa depan mobil yang bersih. Pada tahun 1990 “California Air Resources Board” mengadopsi mandat “Kendaraan Nol Emisi” dalam upaya untuk memaksa perusahaan mobil untuk memproduksi kendaraan bebas gas buang. Idenya sederhana: “Kita jangan tersedak sampai mati di limbah polusi kita sendiri”. Tujuan itu tampaknya sederhana: pada tahun 1998, 2 persen dari semua mobil baru yang dijual di pasar kendaraan terbesar di negara itu akan tanpa gas-buang, sehingga membuat gaya hidup California lebih ramah lingkungan. 
Henry Ford dan minyak murah membantu mencegah mobil listrik dipergunakan di jalan-jalan Amerika, meninggalkan sistem jalan raya yang tumbuh cepat dengan mesin yang memuntahkan polusi pembakaran internal. Dalam film berjudul “Siapa yang Membunuh Mobil Listrik,?” (Who Killed the Electric Car?) bergerak cepat antara wawancara dan  tayangan visual yang mengejutkan,  menjabarkan bagaimana “kisah cinta negara AS dengan mobil haus bensin”, serta berubah menjadi cinta buta. Pada tahun 1950-an, dimana Jack Kerouac dan James Dean bersinar,  pejalan kaki Los Angeles yang menerjang jalan-jalan kota terlihat menutupi mulut mereka dengan sapu tangan, mencoba untuk menyaring udara. Beberapa dekade kemudian, negara mengambil tindakan berani untuk mencegah polusi dari kendaraan bermotor. Apa yang terjadi selanjutnya, Mr Paine menjelaskan, adalah kisah adanya keserakahan korporasi dan korupsi pemerintah, berhadapan dengan semangat idealisme dan kemarahan. 
Inipun kelihatannya terjadi di Indonesia dengan mobil EsEmKa. Banyak orang yang masih ingin menikmati “Kursi Empuk” (Comfort Zone), sehingga belum rela melihat mobil “Produk Indonesia” menggelinding di jalan raya. Pertarungannya bukan hanya level emisi yang harus dipenuhi, tapi akan merupan pertarungan “David vs Goliath” otomotif di Indonesia. Memang banyak pertaruhannya, menurut majalah Kontan, Indonesia menjadi harapan pertumbuhan industri otomotif dunia yang sedang sendu. Setelah China, industri otomotif dunia melirik pasar mobil yang menggiurkan di Nusantara, apalagi Indonesia memiliki populasi penduduk terbanyak di Asia Tenggara.
Analis dari IHS Otomotif dan JPMorgan Chase & Co menyebutkan, industri otomotif saat ini saja sudah menikmati kenaikan pendapatan warga Indonesia. “Pasar mobil Indonesia berada di ambang booming,” kata Jessada Thongpak, analis senior di IHS Otomotif. Jessada menuturkan, Indonesia menjadi incaran produk otomotif karena mencatat pertumbuhan ekonomi dengan kondisi inflasi rendah dan suku bunga yang stabil. Ia berani memprediksikan, penjualan mobil di Indonesia akan melesat hingga 50% dalam lima tahun ke depan.
Adalah suatu kewajiban kita dari kalangan “Academic, Business & Government/ABG” (Akademisi, Bisnis dan Pemerintah) melihat secara jernih “Mau Dibawa Kemana” industri otomotif Indonesia. Apakah membiarkan EsEmKa “Layu Sebelum Berkembang” atau kita berani mendorongnya  dari “Ulat, Kepompong menjadi Kupu-Kupu” otomotif Indonesia?
Artikel Terkait:
Kategori
Business Diklat E-Learning Innovation Kebijakan Manajemen Pendidikan Telematika

e-Learning Perguruan Tinggi: Antara Keinginan dan Kebutuhan

E-learning atau electronic learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning, namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa elektronika sebagai alat bantunya.

Dalam berbagai literatur, e-learning didefinisikan sebagai berikut:

“e-learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses” (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2008). 

Indonesia yang terletak diantara 6º LU sampai 11º LS dan 95º BT sampai 141º BT adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara dua benua, Asia dan Australia dengan jumlah kepulauan 17.000 lebih yang membentang sepanjang  kurang lebih 3.200 mil dari Timur ke Barat serta 1.100 mil dari Utara ke Selatan. Kondisi geografi ini sedikit banyaknya menjadi kendala dalam penyebarluasan layanan pendidikan dan pelatihan yang menggunakan metode konvensional (tatap muka) kepada seluruh warga negara.

Nah bagaimana pemangku kepentingan Pendidikan Tinggi sebagai puncak tertinggi institusi pendidkan di Indonesia melihatnya?
Dalam acara Friday Online Seminar bertajuk “Building Human Capital Through e-Learning” di Marketers Online Radio disampaikan beberapa pendapat sebagai berikut:
Praktik e-learning sudah lama dilakukan oleh berbagai instansi, khususnya instansi pendidikan. Universitas Terbuka boleh dibilang menjadi pelopor dari sistem pendidikan jarak jauh tersebut. Tren e-learning makin populer ketika kampus-kampus swasta turut melakukannya.
“Potensi e-learning ini cukup besar dan diminati oleh masyarakat di banyak negara. Di Amerika Serikat, ada 6,1 juta yang mengambil bachelor degree melalui online. Konsep ini di dunia pendidikan bukanlah konsep baru. Kami sebagai universitas swasta berterimakasih pada universitas terbuka karena mempopulerkan sistem pembelajaran ini,”  Pantri Heriyati, M.Comm head of school-Management, Bina Nusantara, Jakarta dalam Friday Online Seminar bertajuk “Building Human Capital Through e-Learning” di studio Jakarta, Jumat (02/03/2012).
Heriyati mengatakan di Binus praktik e-learning ini dinaungi dalam program Binus Online yang terbagi dalam dua musim, yakni ekstensi selama dua semester dan program komplit. “Kami melihat permintaan e-learning cukup besar. Meski demikian, promosi dan edukasi perlu kontinu digalakkan, khususnya kepada korporat yang mana skill dan knowledge sumber daya manusia di perusahaan tersebut perlu ditingkatkan,” imbuh Lianti Raharjo, Head of Program Undergraduate, School of Management Binus Business School.
Sementara itu, Nur Agustinus, Coordinator Faculty of Entrepreneurship and Humanities Universitas Ciputra Surabaya, mengatakan program e-learning bisa dilakukan kapan pun dan di manapun karena sifatnya yang lintas batas. Agustinus mengatakan e-learning masih memiliki tantangan untuk Indonesia. Misalnya, masih ada anggapan miring bahwa lulusan e-learning kurang berkualitas bila dibanding sistem belajar konvensional. “Tantangan lain berupa keterbatasan infrastruktur Internet,” tandas Agustinus.
Sementara, Djadja Sardjana, Manager Human Capital+Knowledge Management Comlabs-ITB menambah tantangan lain adalah kultur dan kebijakan  yang kurang mendukung e-learning. “E-learning bukan sekadar memindah materi kuliah konvensional ke online. Perlu modul-modul untuk disajikan secara online dengan menarik. Bukan sekadar memindah file-file yang membosankan. Inilah yang menjadi tantangan bagi tenaga pengajarnya,” katanya. Ia menambahkan e-learning sering dianggap hanya cocok untuk kampus-kampus IT. e-Learning, kata Djadja, juga bisa dilakukan untuk semua institusi, termasuk kedokteran sekalipun.
Serta perlu disadari bahwa:
Penerapan Pembelajaran Dengan Media Baru tidak hanya menambahkan sesuatu, tetapi mengubah segalanya. Sistem baru biasanya melawan sistem yang sudah ada. Hal ini bersaing dengan waktu, uang, perhatian, prestise, dan pandangan dunia pendidikan