Kategori
Corporate Diklat Leadership Manajemen Pemikiran Pengetahuan

Membuat pekerja berpengetahuan menjadi produktif membutuhkan perubahan dalam sikap

“Membuat pekerja berpengetahuan menjadi produktif membutuhkan perubahan dalam sikap, tidak hanya secara individu, tetapi menjadi bagian dari seluruh organisasi.”
– Peter F. Drucker

Perusahaan dan institusi memiliki kepentingan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya. Produktivitas yang meningkat berarti kemampuan untuk berbuat lebih banyak tanpa menambah jumlah pegawai. Tapi lebih dari itu, Pekerja berpengetahuan menerapkan pengetahuan untuk bekerja.

Pekerja berpengetahuan bisa saja seorang dokter, petugas perbaikan robotik, manajer penjualan, manajer pemeliharaan, spesialis bidang kualitas, peneliti pasar, seniman grafis, dan sejenisnya. Daftar ini hampir tidak ada habisnya mengingat komposisi tenaga kerja berbasis pengetahuan saat ini.

Mari kita perjelas di sini. Informasi bukanlah pengetahuan. Hanya jika informasi digunakan dengan baik maka informasi itu dapat menjadi PENGETAHUAN. Mungkin Oscar Hammerstein mengatakannya dengan baik: “Lonceng bukanlah bel sampai Anda membunyikannya. Sebuah lagu bukanlah sebuah lagu, sampai Anda menyanyikannya.”

Kategori
Ilmiah Innovation Komunikasi Manajemen Pemikiran Pengetahuan Tokoh

Session discussion about the Knowledge Cafe by David Gurteen

Knowledge Management Society Indonesia session discussed about the Knowledge Cafe by David Gurteen

Perusahaan merupakan kolaborasi antara aset tangible dan intangible dalam mencapai tujuan. Aset tangible perusahaan dapat berupa berupa “Land, Labour and Capital”. Aset tangible ini mudah dikembangkan dengan meningkatkan kuantitas yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Aset intangible perusahaan terintegrasi melalui labour yaitu dalam proses regenerasi melalui sharing knowledge. Knowledge Cafe adalah salah satu sarana yang tepat menurut David Gurteen.


The knowledge café method has multiple origins with links to other related methods such as The World Cafe. Elizabeth Lank developed the concept creating a physical and mobile cafe area in the 1990s. It has been popularised by Charles Savage Knowledge Era Enterprizing and Entovation International and in recent years by David Gurteen, a UK-based consultant specialising in knowledge management. Eunika Mercier-Laurent uses a similar principle for her Innovation cafés.

The knowledge café begins with the participants seated in a circle of chairs (or concentric circles of chairs if the group is large or the room is small). It is led by a facilitator, who begins by explaining the purpose of knowledge cafés and the role of conversation in business life. The facilitator then introduces the café topic and poses one or two key open-ended questions. For example, if the topic is knowledge sharing, the question for the group might be: “What are the barriers to knowledge sharing in an organization, and how do you overcome them?”

“A true Knowledge Café is not about group decision making or reaching a consensus or a documented proposal.

A true Knowledge Café is about individual learning, and insights; the surfacing of assumptions, issues, problems, and opportunities; seeing things that have not been seen before or seen only dimly.”

David Gurteen

Kategori
Diklat Government Ilmiah Innovation Manajemen Pemikiran Pengetahuan Telematika

Nara Sumber dengan Topik: “ONLINE CLASS KNOWLEDGE MANAGEMENT” untuk sebuah Non Goverment Organization

Nara Sumber dengan Topik: “ONLINE CLASS KNOWLEDGE MANAGEMENT” untuk sebuah Non Goverment Organization bidang pelayanan sosial.

Manajemen Pengetahuan (bahasa Inggris: Knowledge management) adalah kumpulan perangkat, teknik, dan strategi untuk mempertahankan, menganalisis, mengorganisasi, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman. Pengertian dan pengalaman semacam itu terbangun atas pengetahuan, baik yang terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di dalam proses dan aplikasi nyata suatu organisasi. Fokus dari MP adalah untuk menemukan cara-cara baru untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga akhirnya menjadi pengetahuan.

Djadja Sardjana (2008) mengemukakan istilah Knowledge Management pertama sekali digunakan oleh Wiig pada tahun 1986, saat menulis buku pertamanya mengenai topik Knowledge Management Foundations yang dipublikasikan pada tahun 1993. Akhir-akhir ini, konsep knowledge management mendapat perhatian yang luas. Hal ini menyatakan secara tidak langsung proses pentransformasian informasi dan intellectual assets ke dalam enduring value. Knowledge management merupakan kekhususan organisasi (organization-specific), ketika perhatian dasarnya adalah ekploitasi dan pengembangan organizational knowledge assets kepada tujuan-tujuan organisasi selanjutnya. Knowledge management bukan merupakan sesuatu yang lebih baik (better things), tapi untuk mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik (things better).

Kegiatan manajemen pengetahuan (MP) ini biasanya dikaitkan dengan tujuan organisasi semisal untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi. Pada umumnya, motivasi organisasi untuk menerapkan MP antara lain:

  • Membuat pengetahuan terkait pengembangan produk dan jasa menjadi tersedia dalam bentuk eksplisit
  • Mencapai siklus pengembangan produk baru yang lebih cepat
  • Memfasilitasi dan mengelola inovasi dan pembelajaran organisasi
  • Mendaya-ungkit keahlian orang-orang di seluruh penjuru organisasi
  • Meningkatkan keterhubungan jejaring antara pribadi internal dan juga eksternal
  • Mengelola lingkungan bisnis dan memungkinkan para karyawan untuk mendapatkan pengertian dan gagasan yang relevan terkait pekerjaan mereka
  • Mengelola modal intelektual dan aset intelektual di tempat kerja

Pengetahuan bukanlah sekadar informasi. Pengetahuan bersarang bukan di wadah tempat disimpannya informasi (semisal basis data), melainkan berada di pengguna informasi bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara pengetahuan, informasi, dan data. Memahami beda antara ketiganya sangatlah penting dalam memahami MP.

Transfer pengetahuan (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan. Contohnya adalah melalui diskusi sepadan dalam kerja, magang, perpustakaan perusahaan, pelatihan profesional, dan program mentoring. Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan, sistem pakar, dan repositori pengetahuan.

Dalam manajemen pengetahuan, proses bisnis dikembangkan untuk menciptakan, menyimpan, mentransfer, dan menerapkan pengetahuan. Manajemen pengetahuan juga meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungan dan untuk memasukkan pengetahuan ke dalam proses bisnis dan pengambilan keputusan

Istilah knowledge management (KM) atau manajemen pengetahuan mungkin akan kita temui dalam berbagai disiplin keilmuan. KM merupakan bidang interdisipliner dari berbagai bidang seperti ekonomi, manajemen, filsafat, kebijakan umum, ilmu informasi, sistem informasi, teknik, sosiologi, dan berbagai bidang lainnya. Dengan pendekatan dari berbagai bidang, kita akan menemukan berbagai definisi KM dari mesin pencarian (search engine). Berikut dua pengertian KM yang pragmatis dan klasik.

“KM is understand, focus on, and manage systematic, explicit, and deliberate knowledge building, renewal, and application-that is, manage effective knowledge processes”, (Wiig, 1997; Desouza & Paquette: 2011)

“Knowledge management is getting the right information in front of the right people at the right time”, (Petrash, 1996; Desouza & Paquette: 2011)

Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa KM adalah tentang bagaimana sebuah organisasi berjalan secara efektif dengan mengaplikasikan aset pengetahuan. Semua jenis orgaisasi harus mengelola pengetahuan jika ingin mencapai tujuannya.

Dalkir (2011) menggambarkan proses KM sebagai sebuah proses yang terintegrasi dan berulang. Dalkir (2011) menggambarkannya dalam sebuah sikluse bagaia berikut:

File:4. Integrated KM Cycle (Dalkir, 2011).png

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dalam siklus KM terdapat tiga komponen yaitu: penangkapan dan/atau pencipataan pengetahuan, diseminasi dan berbagi pengetahuan, serta akuisisi dan aplikasi pengetahuan. Di antara komponen ini terdapat proses yang berlangsung. Dari penangkapan dan/atau pencipataan pengetahuan ke diseminasi dan berbagi pengetahuan, terjadi proses penilaian. Jadi tidak semua pengetahuan yang ditanngkap maupun diciptakan dapat disebar dan dibagi ke semua orang. Pada komponen diseminasi dan berbagi pengetahuan ke akuisisi dan aplikasi pengetahuan, terjadi proses kontekstualisasi. Tidak semua pengetahuan dapat diakusisi maupun diaplikasikan. Hal ini tergantung dengan konteks dan kebutuhannya. Pada komponen akuisisi dan aplikasi pengetahuan ke penangkapan dan/atau pencipataan pengetahuan terjadi proses pembaruan.

Terdapat empat komponen yang dibutuhkan untuk mengelola pengetahuan. Pertama adalah pengetahuan. KM tidak ada tanpa adanya pengetahuan. Dalam mengelola pengetahuan, dibutuhkan pengetahuan untuk memilih pengetahuan yang bernilai untuk dikelola. Komponen kedua adalah orang. Komponen ini sama pentingnya dengan pengetahuan, karena pengetahuan bersumber dari orang baik secara langsung maupun tidak langsung. Komponen ketig adalah proses. Proses adalah artifak mekanis dan logis yang mengarahkan bagaiamana sebuah organisasi dapat berjalan. Komponen yang terakhir adalah teknologi. Teknologi tidak akan membuat organisasi berbagi pengetahuan, tetapi jika orang ingin berbagai pengetahuan, teknologi dapat meningkatkan capaian dan cakupannya.

Kategori
Business Corporate Kebijakan Manajemen Pemikiran Pengetahuan Wirausaha

Prinsip Pengelolaan Stakeholder Dari Clarkson

Image result for clarkson stakeholder principles

Bertahun-tahun setelah pensiun dari Fakultas Manajemen Universitas Toronto pada tahun 1988, Max Clarkson (1922-1998) mendirikan Pusat Kinerja dan Perilaku Sosial Korporasi di Fakultas Manajemen, yang sekarang menjadi Pusat Efektivitas Etika dan Bisnis Clarkson / “Clarkson Centre for Business Ethics & Board Effectiveness” atau CC (BE) 2. Empat konferensi yang diselenggarakan antara tahun 1993 dan 1998 mengumpulkan ilmuwan manajemen untuk berbagi gagasan tentang teori pemangku kepentingan. Bidang studi ini muncul meneliti hubungan dan tanggung jawab perusahaan kepada karyawan, pelanggan, pemasok, masyarakat, dan lingkungan. Yayasan Alfred P. Sloan mendanai proyek tersebut, dari mana Prinsip Clarkson akhirnya muncul.

Image result for Prinsip Pengelolaan Stakeholder Dari Clarkson
Gambar dipinjam dari: https://wahjudinsumpeno.wordpress.com/2012/07/23/teori-pemangku-kepentingan/

Setelah pengantar konsep pemangku kepentingan muncul dengan penekanan pada pemilik saham serta kewajiban hukum dan moral para manajer, tujuh (7) prinsip Pengelolaan Stakeholder ditetapkan, masing-masing dengan satu atau dua paragraf  untuk memperluas maknanya. Prinsip-prinsip ini merupakan tahap awal kesadaran umum akan masalah corporate governance yang telah banyak dibahas sehubungan dengan skandal bisnis tahun 2002.

Prinsip 1: Manajer harus mengakui dan secara aktif memantau kekhawatiran semua pemangku kepentingan yang sah, dan harus mempertimbangkan kepentingan mereka secara tepat dalam pengambilan keputusan dan operasi perusahaan.

Prinsip 2: Manajer harus mendengarkan dan secara terbuka berkomunikasi dengan pemangku kepentingan mengenai keprihatinan serta kontribusi masing-masing, dan tentang risiko yang mereka asumsikan karena keterlibatan mereka dengan korporasi.

Prinsip 3: Manajer harus mengadopsi proses serta cara perilaku yang sensitif terhadap keprihatinan dan kemampuan masing-masing konstituensi pemangku kepentingan.

Prinsip 4: Manajer harus mengenali saling ketergantungan antara upaya serta penghargaan di antara para pemangku kepentingan, dan harus berupaya mencapai distribusi yang adil atas manfaat dan beban kegiatan perusahaan di antara mereka, dengan mempertimbangkan risiko dan kerentanan masing-masing.

Prinsip 5: Manajer harus bekerja sama dengan entitas lain, baik publik maupun swasta, untuk memastikan bahwa risiko dan kerugian yang timbul dari aktivitas perusahaan diminimalkan dan, di mana hal itu tidak dapat dihindari, diberi kompensasi yang tepat.

Prinsip 6: Manajer harus menghindari kegiatan yang sama sekali dapat membahayakan hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut (mis., Hak untuk hidup) atau menimbulkan risiko yang, jika dipahami secara jelas, tidak akan dapat diterima dengan baik oleh pemangku kepentingan yang relevan.

Prinsip 7: Manajer harus mengakui potensi konflik antara (a) peran mereka sendiri sebagai pemangku kepentingan perusahaan, dan (b) tanggung jawab hukum dan moral mereka untuk kepentingan semua pemangku kepentingan, dan harus mengatasi konflik tersebut melalui komunikasi terbuka, pelaporan yang sesuai dan sistem insentif dan, jika perlu, review pihak ketiga.

Dalam banyak hal, Prinsip Pemangku KepentinganClarkson adalah “meta-prinsip” yang mendorong manajemen untuk merangkul prinsip pemangku kepentingan yang spesifik dan kemudian menerapkannya sesuai dengan norma-norma yang tercantum di atas. Penggunaan mereka saat ini nampaknya sangat menyebalkan, tidak seperti prinsip atau kode yang meminta adopsi formal oleh manajer atau perusahaan.

Kategori
Business Corporate E-Learning Leadership Manajemen Pengetahuan

Mengajarkan Profesional Bagaimana Belajar

Bagian Pertama Artikel “Teaching Smart People How to Learn” Oleh Chris Argyris (Harvard Business Review)

Sumbergambar: http://www.evolllution.com

Tiap perusahaan yang bercita-cita untuk berhasil dalam lingkungan bisnis yang lebih keras harus terlebih dahulu menyelesaikan dilema mendasar: Sukses di pasar semakin tergantung pada pembelajaran, namun kebanyakan orang tidak tahu bagaimana untuk belajar.Terlebih lagi, para anggota organisasi yang banyak berasumsi telah menjadi yang terbaik dalam pembelajaran, yang pada kenyataannya, tidak sangat baik dalam hal itu. Saya berbicara tentang tenaga profesional terdidik, daya juang tinggi serta ber komitmen yang menempati posisi kunci kepemimpinan dalam perusahaan modern.

Terlebih lagi, para anggota organisasi banyak berasumsi untuk menjadi yang terbaik dalam belajar, pada kenyataannya, tidak sangat baik dalam hal itu. Saya berbicara tentang terdidik, bertenaga tinggi, tinggi-komitmen profesional yang menempati posisi kunci kepemimpinan dalam perusahaan modern.

Sebagian besar perusahaan tidak hanya mengalami kesulitan yang luar biasa menangani dilema pembelajaran ini; mereka bahkan tidak menyadari bahwa masalah itu ada. Alasannya: mereka salah paham apa yang dipelajari dan bagaimana mewujudkannya. Akibatnya, mereka cenderung untuk membuat dua kesalahan dalam upaya mereka untuk menjadi organisasi pembelajaran.

Pertama, kebanyakan orang mendefinisikan belajar terlalu sempit hanya sebagai “pemecahan masalah,” sehingga mereka fokus pada identifikasi dan mengoreksi kesalahan dalam lingkungan eksternal. Memecahkan masalah penting. Tetapi jika belajar adalah untuk bertahan, manajer dan karyawan juga harus melihat ke dalam. Mereka perlu untuk merefleksikan secara kritis pada perilaku mereka sendiri, mengidentifikasi cara-cara mereka yang sering tidak sengaja berkontribusi pada masalah organisasi, dan kemudian mengubah cara mereka bertindak. Secara khusus, mereka harus belajar bagaimana cara yang sangat mereka percayai tentang mendefinisikan dan memecahkan masalah dapat menjadi sumber masalah dalam dirinya sendiri.

Saya telah menciptakan istilah pembelajaran “loop tunggal” dan “loop ganda”  untuk menangkap perbedaan penting ini. Analogi sederhana: Termostat yang secara otomatis mengatur nyala pemanas setiap kali suhu di kamar turun di bawah 20 derajat adalah contoh yang baik dari pembelajaran satu putaran (loop tunggal). Sebuah termostat bisa bertanya, “Mengapa saya ditetapkan pada 20 derajat?” Dan kemudian menyelidiki apakah atau suhu lain mungkin lebih ekonomis mencapai tujuan pemanasan ruangan akan medlibatkan pembelajaran putaran ganda (loop ganda).

Profesional terampil sering kali sangat baik di pembelajaran satu putaran. Mereka telah menghabiskan sebagian besar hidup memperoleh kemampuan akademis, menguasai satu atau beberapa disiplin intelektual, dan menerapkan disiplin ilmu untuk memecahkan masalah dunia nyata. Namun ironisnya, fakta ini membantu menjelaskan mengapa para profesional sering begitu buruk di pembelajaran putaran ganda.

Sederhananya, karena banyak profesional hampir selalu berhasil pada apa yang mereka lakukan, mereka jarang mengalami kegagalan. Dan karena mereka jarang gagal, mereka tidak pernah belajar bagaimana belajar dari kegagalan. Jadi, setiap kali strategi pembelajaran satu putaran mereka salah, mereka menjadi defensif, menyaring kritik, dan “menyalahkan” pada siapa pun serta semua orang kecuali diri mereka sendiri. Singkatnya, kemampuan mereka untuk belajar terhenti tepat pada saat mereka membutuhkannya.

Kecenderungan di kalangan profesional untuk berperilaku melakukan pembelaan, membantu memberi petunjuk pada kesalahan kedua yang dibuat perusahaan tentang pembelajaran. Asumsi umum adalah bahwa mendorong orang untuk belajar sebagian besar adalah masalah motivasi. Ketika orang memiliki sikap yang tepat dan komitmen, pembelajaran otomatis mengikuti. Jadi perusahaan fokus pada menciptakan program-program baru organisasi seperti – kompensasi, penilaian kinerja, budaya perusahaan, dan sejenisnya – yang dirancang untuk membuat karyawan termotivasi dan berkomitmen.

Tapi secara efektif, pembelajaran putaran ganda bukan hanya fungsi dari seberapa orang merasakannya. Ini adalah refleksi dari bagaimana mereka berpikir – yaitu, aturan kognitif atau penalaran yang mereka gunakan untuk merancang dan mengimplementasikan tindakan mereka. Pikirkan aturan ini sebagai semacam “Program master” yang disimpan dalam otak, yang mengatur semua perilaku. Penalaran yang Defensif dapat memblokir pembelajaran bahkan ketika komitmen individu untuk itu tinggi, seperti program komputer dengan bug tersembunyi yang dapat menghasilkan hasil kebalikan dari apa yang desainer telah rencanakan.

Perusahaan dapat belajar bagaimana mengatasi dilema pembelajaran. Yang diperlukan adalah  membuat manajer dan karyawan merubah perilaku mereka untuk fokus pada pembelajaran organisasi dan program perbaikan terus-menerus. Mengajar orang bagaimana mengubah perilaku mereka dengan cara-cara  lebih efektif dalam pembelajaran.

Implikasi dari argumen saya jauh melampaui kelompok pekerjaan tertentu. Faktanya adalah, semakin banyak pekerjaan – tidak peduli apa titelnya –  mengambil bentuk “pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan.” Orang-orang di semua tingkatan organisasi harus menggabungkan penguasaan beberapa keahlian teknis yang sangat khusus dengan kemampuan untuk bekerja secara efektif dalam tim, membentuk hubungan yang produktif dengan klien dan pelanggan, dan kritis merefleksikan dan kemudian mengubah praktik organisasi mereka sendiri. “Mur dan Baut” manajemen semakin jelas terdiri dari membimbing dan mengintegrasikan pekerjaan otonom namun saling berhubungan untuk orang yang sangat terampil.


Chris Argyris adalah James Bryant Conant Profesor Emeritus “Pendidikan dan Perilaku Organisasi” di Harvard University di Cambridge, Massachusetts. Dia adalah penulis “Komunikasi yang baik Itu Blok Belajar” (HBR Juli-Agustus 1994), pemenang McKinsey Award. Ia juga seorang direktur di monitor Perusahaan di Cambridge.

Kategori
Ilmiah Manajemen Pemikiran

Informasi Itu Seperti Air, Pengetahuan Itu Tanahnya

Informasi seperti air. Informasi membantu Anda memuaskan dahaga Anda atas pengetahuan. Kita semua membutuhkan informasi untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan bila diperlukan.

Pengetahuan tidak dapat mengalir kecuali arus informasi. Informasi dapat dibandingkan dengan air. Informasi mengalir di antara orang-orang melalui organisasi dan jaringan dalam banyak cara yang sama seperti air mengalir melalui sebuah kota besar.

Terlepas dari di mana Anda berada di kota metropolitan tersebut. Anda harus dapat percaya bahwa air konsisten mengalir dan telah memenuhi tingkat kualitas tertentu. Jka Anda membuka keran, air itu akan mengalir.

Ini adalah hal yang sama dengan informasi. Anda harus dapat mengakses dan mempercayai informasi yang Anda butuhkan. Kita harus dapat menerima informasi, yang membuat kita lebih mudah untuk mengontrol akses dan kualitas informasi.

Tapi kita harus selalu ingat bahwa informasi merupakan sumber daya yang dinamis dan terus berubah. Kita harus memastikan arus informasi  itu “segar dan menyehatkan”.  Informasi yang tidak mengalir akhirnya akan “tidak segar lagi”. Kita  perlu untuk “membilasnya”.

Apakah Anda melihat arus informasi antara individu dalam lingkungan kita? Membuat arus informasi antar manusia merupakan dasar untuk kolaborasi dan pertukaran pengetahuan terjadi.

Kategori
Business E-Learning Ilmiah IMTelkom Innovation ITENAS Leadership Manajemen Pemikiran Pendidikan Telematika UPI Widyatama

“Knowledge Management” Di Era Ekonomi Berbasis Pengetahuan

Optimalisasi #HumanCapitalManagement (HCM) Melalui “Knowledge Management & e-Learning”

Perusahaan  merupakan  kolaborasi  antara  aset  tangible  dan  intangible dalam mencapai tujuan. Aset tangible    perusahaan dapat berupa berupa “Land, Labour and  Capital”.  Aset  tangible ini  mudah  dikembangkan  dengan meningkatkan kuantitas yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Aset intangible perusahaan  terintegrasi  melalui  labour  yaitu  dalam  proses  regenerasi  melalui sharing knowledge.

Dewasa ini adalah era knowledge based economy, di mana kekuatan inti suatu perusahaan terletak pada human capital. Persaingan antar perusahaan yang semakin  kompetitif  memunculkan  konsep  industri  yang  padat  pengetahuan dengan  menuntut  ketersediaan knowledge  worker  dalam  jumlah  besar  untuk mendukung  kemajuan  suatu  perusahaan. Human  capital  yang  sarat  akan pengetahuan ini memberikan nilai tambah dan meningkatkan produktivitas yang jauh lebih signifikan daripada faktor material seperti lahan atau modal semata.

·         Manfaat Pengetahuan

Francis Bacon pada abad ke – 15 mengungkapkan bahwa “knowledge is a power”. Bill Gates membuktikan kekuatan ilmu pengetahuan tersebut pada abad ke  –  20 melalui kemunculan Microsoft. Lompatan besar dalam knowledge ini mendongkrak kebangkitan teknologi informasi seperti Intel, IBM, Cisco, Lucent, dan Dell. Peter F. Drucker membenarkan pentingnya knowledge yang membawa perubahan besar pada kemajuan dunia modern.

Teori ekonomi modern yang digagas Paul Romer imendukung asumsi mengenai perlunya lembaga dan kebijakan negara memanfaatkan sains, teknologi, dan  inovasi  untuk  mendorong  economic  growth.  Model  Romer  dan  aplikasi empirisnya  menunjukkan  bahwa  inovasi  dan  adopsi  teknologi  pada  dasarnya melekat  di  dalam  pertumbuhan  ekonomi  yang  disebabkan  oleh  kombinasi investasi dalam bidang sains, teknologi, inovasi serta kebijakan yang padu.

Modal intelektual dapat bermanfaat melalui tiga perspektif,  yaitu:  manusia,  struktural,  dan  relasi.  Manfaat  knowledge  dalam  perspektif manusia adalah implicit knowledge yang mencakup skill (kompetensi dan keahlian seseorang dalam suatu bidang khusus) dan attitude(kejujuran, tanggung jawab, visioner,  disiplin,  kooperatif,  ulet  dan  tidak  mudah  menyerah).  Manfaat knowledge   dalam   perspektif   struktural   berupa   explicit   knowledge   yang menunjukkan  proses (sistem  kerja,  manajemen,  korporat,  komputerisasi  dan enterprising  ) serta budaya yang menjunjung tinggi etika. Manfaat knowledge management  dalam  perspektif  relasi  adalah  meningkatkan  kerjasama  antar jaringan, reputasi (pengakuan), dan customer capital (mengkomunikasikan ilmu pengetahuan dengan baik melalui lembaga pendidikan, birokrat, dan industri).

·         Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)

Knowledge  Management  adalah  merupakan  proses  sistematis  untuk menemukan, memilih, mengelola, menyaring dan menyajikan informasi dalam suatu  cara  yang  dapat  meningkatkan  pengetahuan  individu  dalam  suatu lingkungan. Knowledge management memungkinkan penciptaan,pencapaian dan penggunaan segala macam knowledge untuk mencapai tujuan bisnis.

Knowledge Management adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima. Melalui knowledge management, organisasi mengidentifikasikan pengetahuannya, lantas memanfaatkannya guna meningkatkan kinerja dan menghasilkan berbagai inovasi. Guna memperoleh knowledge management sebesar-besarnya, organisasi juga aktif mengidentifikasi dan mengakuisisi pengetahuan berkualitas yang ada di lingkungan eksternal organisasi.

Knowledge  management  dikelompokkan  ke  dalam  empat  arahan  yaitu pertama, sebagai pemrosesan informasi organisasi  (organizational information processing);  kedua,  inteligen  bisnis (business  intelligence);  ketiga,  kognisi organisasi (organizational cognition), dan keempat, pengembangan perusahaan (organizational development).

Peranan   knowledge   management   dapat   dilihat   dari   penggunaan pengetahuan  sebagai  basis  melahirkan  inovasi  juga  landasan  meningkatkan responsivitas  terhadap  kebutuhan  pelanggan  dan  stakeholders.  Selain  itu, pengetahuan juga menjadi basis yang meningkatkan produktivitas dan kompetensi karyawan  yang  telah  diberi  tanggung  jawab.  Secara  generik,  knowledge management dapat dipahami melalui aktivitasnya, yakni mengembangkan dan mempertahankan dinamika serta daya saing perusahaan yang bertumpu kepada sumber daya pengetahuan (knowledge assets). Jadi, sebenarnya, faktor intrinsik perbedaan kinerja antara perusahaan tadi adalah pengetahuan.

Para  pelaku  knowledge  management  cenderung  menggunakan  metode dalam menganalisis suatu proses, keadaan, dan aktivitas bisnis, di mana dalam proses analisis tersebut terdapat siklus atau aliran pengetahuan (knowledge flow). Pada akhirnya, mengatur suatu pengetahuan adalah suatu kebiasaan atau habit yang perlu ditumbuhkan.

 

Kategori
Business Ilmiah Innovation Leadership Lecture Manajemen Pemikiran Pendidikan Telematika Wirausaha

Ekonomi Berbasis Pengetahuan dan Kewajiban Baru Manajemen Sumber Daya Manusia


 

Dalam bukunya “HRM in Knowledge Economy”, Mark Lengnick-Hall dan Cynthia Lengnick-Hall mengatakan belakangan ini fungsi manajemen sumber daya manusia (SDM) di banyak organisasi bersifat dangkal. Mereka cenderung hanya berusaha melakukan pekerjaan rutin  secara lebih baik dan efisien daripada mengevaluasi peran dan kontribusi mereka dalam rangka menyongsong era bisnis baru menuju Human Capital Management (HCM).


Seiring dengan globalisasi, information-based, kemajuan teknologi, dan persaingan ketat, manajemen SDM dituntut meningkatkan kemampuan SDM-nya. Manajemen SDM akan menghadapi kewajiban-kewajiban baru di era bisnis masa kini, yaitu:

o   Membangun kapabilitas strategis

o   Memperluas batas

o   Mengelola peran baru

 

  • Membangun Kapabilitas Strategis

Organisasi pada era masa kini perlu membangun kapabilitas strategis, yaitu kapasitas untuk membuat value berdasarkan aset-aset intangible. Yang dimaksud dengan aset intangible adalah aset yang tidak terlihat, sulit dihitung, tidak ada dalam akunting, dan harus dikembangkan dari waktu ke waktu. Misalnya: pengetahuan teknologi, kesetiaan customer, proses bisnis dan lain-lain. Intangible aset inilah yang akan menentukan apakah perusahaan akan berhasil atau gagal.

Beberapa karakteristik perusahaan yang sudah mempunyai kapabilitas strategis adalah: kompetensi bisnis yang tinggi, kemampuan untuk menganalisis kondisi pasar, kemampuan mentransfer skill secara cepat dan akurat di perusahaan, dan lain-lain. Intinya, kapabilitas strategis adalah kesiapan pada saat ini dan kemampuan beradaptasi pada masa depan.

Kapabilitas strategis diperoleh melalui proses penciptaan, pertukaran, dan mengumpulkan pengetahuan yang membangun kapabilitas individu dan organisasi untuk memberi hasil yang terbaik bagi pelanggan. Kapabilitas strategis terdiri dari tiga komponen yang terkait dengan SDM, yaitu: human capital (skill dan kompetensi individu/organisasi), structural capital (arsitektur organisasi dan proses manajerial), dan relationship capital (hubungan interpersonal di organisasi). Manajemen SDM harus berkontribusi dengan menciptakan dan memelihara ketiga komponen kapabilitas strategis ini melalui program, praktek, dan kebijakan yang mendukung.


  • Memperluas Batas

Orang sering berpikir bahwa tugas manajemen SDM adalah merekrut, mempromosikan, melatih, memecat dan seterusnya serta fungsi manajemen SDM adalah hanya merupakan organisasi tunggal. Jadi menurut pandangan tersebut, manajemen SDM adalah fungsi internal perusahaan. Jarang orang berpikir bahwa manajemen SDM (termasuk program, praktek, dan kebijakannya) bisa diterapkan ke supplier atau distributor, bahkan ke pelanggan. Hal ini akan menjadi keharusan dalam perkembangan era ekonomi pengetahuan (knowledge economy). Dengan memperluas batas dari perusahaan ke supplier, distibutor, dan pelanggan, manajemen SDM bisa mempunyai pengaruh yang lebih dan signifikan di organisasi. Pada dasarnya, dengan memperluas batas, manajemen SDM menggunakan kemampuan mereka untuk membantu organisasi memberi pengaruh ke pelanggan, supplier, dan seluruh pegawai yang menjalankan aktivitas organisasi.


  • Mengelola Peran Baru

Berdasarkan pandangan lama, peran manajemen SDM adalah menarik dan menyeleksi calon pegawai, mengembangkan manajemen performansi dan sistem kompensasi untuk menyelaraskan tingkah laku pegawai dengan tujuan organisasi, dan mengembangkan dan me-retensi pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Peran manajemen SDM seperti itu dalam era ekonomi pengetahuan tidaklah cukup. Bukan berarti manajemen SDM tidak akan melakukan fungsi-fungsi tersebut, peran ini tetap akan dilakukan. Bagaimanapun, untuk mengelola SDM di masa depan, manajemen SDM perlu mengadopsi peran baru untuk menghadapi tantangan.

Tetap bertahan di fungsional birokrasi semata akan menyebabkan fungsi manajemen SDM menjadi kurang efektif dalam organisasi. Kegagalan untuk berubah sesuai dengan tuntutan ekonomi akan menjadikan manajemen SDM kurang penting, di mana tantangan-tantangan baru seperti manajemen pengetahuan (knowledge management) dan pengembangan SDM akan diperankan di tempat lain dalam organisasi. Tetapi hal ini tidak perlu terjadi. Pada kenyataannya, SDM adalah sumber logis dari tantangan-tantangan baru ini.  

Bagaimanapun, untuk menjadi bagian dari solusi dan bukan menjadi kendala, manajemen SDM harus keluar dari birokrasi masa lalu. Ini memerlukan pergeseran paradigma bahwa manajemen SDM tidak hanya sekadar menjalankan fungsi dan proses, tetapi lebih kepada peran.

Definisi peran dalam organisasi adalah tanggung jawab, hubungan, dan area kontribusi, serta harapan-harapan. Peran bisa dianalogikan sebagai pernyataan visi organisasi. Dengan mengelola peran, manajemen SDM memberi kontribusi lebih untuk kesuksesan organisasi. Ini berarti paradigma manajemen SDM telah berubah dari fungsi dan proses menjadi hasil dan pencapaian.

 

Kategori
IMTelkom ITENAS Lecture Pemikiran Pendidikan Tokoh UPI Wirausaha

Kedalaman Pengetahuan: Sempurnanya Ruang Ilmu atau Harmonisnya Rumah Pengetahuan?

Sering orang mempermasalahkan perlunya seorang akademisi, profesional dan birokrat mendalami ilmu atau kompetensi yang harus dikuasai. Di lain fihak banyak juga yang berfikir bahwa kita harus mengharmonisasi pengetahuan dan kompetensi agar bisa selaras dalam menjalani kehidupan di dunia. Untuk bidang yang sifatnya “soliter” (perseorangan) yang dibutuhkan adalah kemampuan melakukan repetisi, akurasi dan konsentrasi pekerjaan yang dalam. Untuk seorang pemimpin, manajer, konsultan bidang apapun dia harus terbang seperti elang mencari jawaban pertanyaan strategis “what if” sehinga bisa memberikan kepuasan bagi semua pemangku kepentingan.
Hal inipun dipengaruhi oleh teorema Fase Karier dari Andrew Mayo (dapat sibaca artikel/presentasil saya di http://bapinger.web.id/?p=845) sbb:
  1. Discovery Phase: Fase ini dialami Anda yang berusia 20 tahunan. Berlangsung sekitar sepuluh tahun pertama dalam dunia kerja. Di tahap ini, Anda adalah angkatan kerja baru karena kemungkinan besar Anda baru lulus dari bangku perguruan tinggi.
  2. Consolidation Phase: Fase ini biasanya berlangsung pada usia 30-40 tahunan. Ada yang memulai fase ini lebih awal dan ada pula yang terlambat. Demikian pula dengan akhir fase ini, ada yang mengakhirinya lebih awal, dan ada pula yang terlambat.
  3. Maturity Phase: Inilah fase terakhir dari sebuah perjalanan karier. Fase ini banyak diisi oleh mereka yang memasuki usia 50an ke atas.
Menurut Norman L. Webb dari Pusat Penelitian Pendidikan Wisconsin Amerika Serikat pada Jurnal “Tingkat Kedalaman Empat  Wilayah Pengetahuan  28 Maret 2002”: “Menafsirkan dan menegaskan bahwa Tingkat Kedalaman  Pengetahuan untuk tujuan  standar dan item penilaian merupakan persyaratan penting dari keselarasan analisis pembelajaran pengetahuan. Tingkat Kedalaman Empat  Wilayah Pengetahuan digunakan oleh Norman Webb meliputi:
  1. Seni Bahasa (Membaca, Menulis), 
  2. Matematika, 
  3. Ilmu Pengetahuan, dan 
  4. Studi Sosial. 
Sebuah definisi umum untuk masing-masing (menurut Webb) terlihat pada Tabel 1 di bawah, dengan spesifikasi lebih lanjut dan contoh untuk setiap tingkat DOK (Depth of Knowledge). Webb merekomendasikan bahwa untuk skala besar, penilaian  hanya harus menilai Kedlaman Pengetahuan Tingkat 1, 2, dan 3. Kedalaman Pengetahuan di Level 4 dalam ilmu  disediakan untuk penilaian lokal saja.
Deskriptor dari Tingkat DOK untuk Sains (berdasarkan Webb dan Wixson, Maret 2002):

Level 1 mengingat kembali dan Reproduksi:
Membutuhkan penarikan kembali informasi seperti fakta, definisi, istilah, atau prosedur sederhana, serta melakukan proses sains sederhana atau prosedur. Level 1 hanya membutuhkan peserta didik untuk menunjukkan respon hafalan, menggunakan rumus yang sudah dikenal, melakukan prosedur yang ditetapkan (seperti resep), atau melakukan serangkaian langkah yang jelas. Sebuah prosedur “sederhana”  didefinisikan dengan baik dan biasanya melibatkan hanya satu langkah. Kata kerja seperti “mengidentifikasi,” “ingat,” “mengenali,” “menggunakan”, “menghitung”, dan “ukuran” umumnya merupakan kerja kognitif pada tingkat recall dan reproduksi. Sederhana kata masalah yang dapat langsung diterjemahkan ke dalam dan diselesaikan dengan rumus dianggap Level 1. Kata kerja seperti “menjelaskan” dan “Menjelaskan” dapat diklasifikasikan pada tingkat DOK berbeda, tergantung pada kerumitan apa yang akan terjadi dijelaskan dan dijelaskan. Seorang siswa menjawab Tingkat 1 item baik tahu jawabannya atau tidak: yaitu, jawabannya tidak perlu harus “tahu” atau “dipecahkan.” Dengan kata lain, jika pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab item secara otomatis menyediakan jawaban untuk item, maka item tersebut di Level 1. Jika pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab soal tidak secara otomatis memberikan jawabannya, item tersebut paling tidak di Level 2.
Level 2 Keterampilan dan Konsep:
Mencakup keterlibatan beberapa proses mental untuk mengingat atau mereproduksi tanggapan. Isi atau proses Pengetahuan yang terlibat lebih kompleks daripada di tingkat 1. Hal ini mengharuskan mahasiswa untuk membuat beberapa keputusan tentang bagaimana untuk mendekati pertanyaan atau masalah. Kata kunci yang umumnya membedakan Level 2 termasuk “mengklasifikasi”, “mengatur,” “memperkirakan,” “melakukan pengamatan,” “Mengumpulkan dan menampilkan data,” dan “membandingkan data.” Tindakan ini menyiratkan lebih dari satu langkah. Misalnya, untuk membandingkan data membutuhkan pertama mengidentifikasi karakteristik objek atau fenomena dan kemudian mengelompokan atau memilah objek. Tingkat 2 meliputi kegiatan melakukan pengamatan dan mengumpulkan data; mengklasifikasikan, pengorganisasian, dan membandingkan data, dan mengatur dan menampilkan data dalam tabel, grafik, dan grafik. Beberapa kata kerja, seperti “menjelaskan”, “menjelaskan,” atau “menafsirkan,” dapat diklasifikasikan pada berbagai tingkat DOK, tergantung pada kompleksitas dari tindakan. Misalnya, menafsirkan informasi dari grafik sederhana, membutuhkan informasi dari membaca grafik, adalah Level 2. Item yang memerlukan interpretasi dari grafik yang kompleks, seperti membuat keputusan mengenai fitur grafik yang perlu dipertimbangkan dan bagaimana informasi dari grafik dapat dikumpulkan, adalah di Level 3.
Level 3 Berpikir Strategis:
 Memerlukan pengetahuan yang mendalam menggunakan penalaran, perencanaan, menggunakan bukti, dan  tingkat berpikir lebih tinggi dari dua tingkat sebelumnya. Tuntutan kognitif di Level 3 sangat kompleks dan abstrak. Kompleksitas tidak mengakibatkan hanya dari fakta bahwa mungkin ada beberapa jawaban,  tapi juga membutuhkan penalaran lebih runut. Dalam kebanyakan kasus, peserta didik diminta menjelaskan pemikiran mereka ada di Level 3; jika diminta penjelasan sangat sederhana satu atau dua kata harus dikategorikan di Level 2. Sebuah kegiatan yang memiliki lebih dari satu jawaban yang mungkin dan menuntut siswa untuk membenarkan respon mereka berikan akan menjadi Level 3. Eksperimental desain dalam Tingkat 3 biasanya melibatkan lebih dari satu variabel dependen. Tingkat 3 yang lain meliputi kegiatan mendeskripsikan kesimpulan dari pengamatan; mengutip bukti dan mengembangkan argumen logis untuk konsep berfikir; menjelaskan fenomena dalam konsep, dan menggunakan konsep-konsep untuk memecahkan masalah acak atau tidak rutin.
Level 4 Berpikir Secara Luas:
Memerlukan daya kognitif tinggi dan sangat kompleks. Peserta didik diminta untuk membuat beberapa koneksi ide yang berhubungan dalam satu area atau antar area pengetahuan-dan harus memilih atau merancang satu pendekatan di antara banyak alternatif tentang bagaimana situasi dapat dipecahkan. Banyak instrumen penilaian tidak dapat mencakup kegiatan penilaian yang dapat diklasifikasikan sebagai Tingkat 4. Namun, standar, tujuan, dan tujuan dapat dinyatakan sedemikian rupa untuk mengharapkan siswa untuk melakukan berpikir secara luas. “Mengembangkan generalisasi dari hasil yang diperoleh dan strategi yang digunakan dan menerapkannya terhadap situasi masalah” adalah contoh tujuan pembelajaran yang merupakan Level 4. Banyak, tapi tidak semua, kinerja penilaian dan kegiatan penilaian terbuka yang membutuhkan pemikiran yang signifikan akan berada pada Tingkat 4. Level 4 membutuhkan penalaran desain,  eksperimental dan perencanaan yang kompleks, dan mungkin akan memerlukan jangka waktu, baik untuk meneliti ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh suatu tujuan, atau untuk melaksanakan beberapa langkah dari item penilaian. Namun, periode perpanjangan waktu bukan merupakan faktor yang membedakan jika pekerjaan yang dibutuhkan adalah hanya berulang dan tidak memerlukan pemahaman konseptual yang signifikan dan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, jika seorang peserta didik harus mengambil suhu air dari sungai setiap hari selama satu bulan dan kemudian membuat grafik, ini akan diklasifikasikan sebagai kegiatan Tingkat 2. Namun, jika mahasiswa melakukan sebuah penelitian sungai yang membutuhkan keputusan dengan mempertimbangkan sejumlah variabel, ini akan menjadi Tingkat 4.

Sumber: DOK_Science _2_.doc 

Kategori
Business Ilmiah Innovation Lecture Manajemen Pemikiran Pendidikan Telematika Wirausaha

Manajemen Pengetahuan dan Daya Saing UKM

 slide_41

Globalisasi adalah sebuah era yang tidak dapat dihindarkan. Saat ini, semua bangsa sedang bersaing untuk menjadi yang terdepan dalam era persaingan. Berbicara tentang persaingan antara bangsa, tentu saja setiap bangsa dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi. Bangsa yang memiliki daya saing tinggi ditandai dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang andal, penguasaan pengetahuan yang tinggi, dan penguasaan perekonomian global.

Berdasarkan Global Competitiveness Report (2006) yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati peringkat ke-50. Kita bandingkan dengan beberapa negara tetangga, antara lain Singapura (5), Malaysia (26) dan Thailand (35).

Berdasarkan Human Development Report (2006) yang dikeluarkan UNDP, posisi Indonesia dalam hal kualitas SDM (human development index) adalah peringkat ke-108 dari 177 negara. Bandingkan dengan beberapa negara tetangga, yaitu Singapura (25), Brunei Darusallam (34), Malaysia (61), Thailand (74), Filipina (84), Vietnam (109), Kamboja (129), Myanmar (130), Laos (133), dan Timor Leste (142). Data tersebut menunjukkan bahwa daya saing Indonesia belum sesuai dengan harapan. Kemerdekaan yang sudah berlangsung lebih dari 61 tahun belum mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia. Ini adalah hasil dari sistem yang buruk.

Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah salah satu elemen bangsa Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang termasuk tenaga kerja kerah biru (informal) sekitar 70,2 juta jiwa atau 74 persen (BPS, 2005). Sisanya adalah tenaga kerja kerah putih (formal), yaitu sekitar 24,7 juta jiwa atau 26 persen. Sebagian besar tenaga kerja berada di sektor pertanian (44 persen), diikuti perdagangan, perumahan dan perhotelan (20 persen), industri pengolahan (12 persen) dan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan (11 persen).

Besarnya tenaga kerja pada sektor UKM tidak diikuti dengan produktivitas yang tinggi. Pada tahun 2003, jumlah produk domestik bruto (PDB) yang dihasilkan sektor industri kecil dan menengah hanya 199 triliun rupiah dengan jumlah unit usaha sebanyak 3,02 juta dan jumlah tenaga kerja sebanyak 8,09 juta jiwa. Bandingkan dengan industri besar yang menghasilkan PDB sebesar 312 triliun rupiah dengan jumlah unit usaha hanya 7.593 buah dan tenaga kerja sebesar 4,39 juta jiwa.

Manajemen Pengetahuan untuk UKM.

Perbandingan tersebut menunjukkan ketimpangan yang sangat besar antara sektor UKM (dalam hal ini dapat diwakili dengan industri kecil menengah) dan usaha besar. Rendahnya daya saing sektor UKM tentu saja berpengaruh terhadap daya saing bangsa Indonesia. Hal ini tidak lain karena sektor UKM merupakan penyerap terbesar tenaga kerja Indonesia.

Secara umum, permasalahan yang sering terjadi pada UKM adalah permodalan, pemasaran, kurangnya pengetahuan dan SDM yang kurang berkualitas. Dalam konteks peningkatan daya saing, penguasaan pengetahuan adalah faktor penting untuk mendongkrak daya saing. Di sinilah kelemahan terbesar UKM. Rendahnya penguasaan pengetahuan pada UKM dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah (1) kurangnya kesadaran dan kemauan untuk menerapkan pengetahuan yang tepat guna, (2) keterbatasan modal untuk meningkatkan penguasaan teknologi, (3) kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan dunia usaha dan (4) kurangnya akses terhadap sumber teknologi dan pengetahuan.

Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah (1) hasil penelitian dan pengembangan yang belum tepat untuk pengembangan UKM, (2) proses alih teknologi pada UKM belum maksimal, (3) keterbatasan publikasi hasil penelitian dan pengembangan dan (4) skim pembiayaan yang masih terbatas dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Konsep manajemen pengetahuan (knowledge management) adalah sebuah konsep baru di dunia bisnis yang telah dterapkan berbagai perusahaan besar di dunia. Pada prinsipnya, konsep knowledge management bertujuan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan dengan memperbaiki komunikasi antara seluruh bagian perusahaan dan meningkatkan penguasaan pengetahuan dengan melakukan transfer pengetahuan (knowledge sharing).

Pengetahuan terbagi menjadi dua jenis, yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang tersimpan dalam otak manusia, misalnya pemikiran, hapalan dan lain-lain. Explicit knowledge adalah pengetahuan yang berada di luar kepala, misalnya buku, jurnal, dokumen dan lain-lain. Konsep knowledge management berusaha untuk memadukan dan mengkombinasikan pengetahun tersebut untuk meningkatkan daya saing.